PMKRI Desak Pemerintah Hentikan Wacana Ormas Keagamaan Ikut Kelola Tambang

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menanggapi kabar organisasinya masuk dalam daftar organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang mendapat Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Wilayah dari sektor pemerintahan

Persyaratan bagi organisasi keagamaan penerima WIUPK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no.

Tri Natalia Urada, Ketua Biro PP PMKRI, membenarkan hingga saat ini belum ada pembahasan usulan pemerintah mengelola tambang dengan PMKRI. Kalaupun ada tawaran, PMKRI pasti menolaknya.

“Pikiran kami yang paling mendasar adalah Kami tidak ingin independensi PMKRI sebagai organisasi mahasiswa dikooptasi oleh kepentingan pengusaha pertambangan. Kami akan terus memperbaiki dan meninjau masalah apa pun. disebabkan oleh masih berlangsungnya aktivitas industri pertambangan,” kata Tri Natalia, Rabu (5/6/2024).

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), saat ini terdapat 7.993 izin pertambangan mineral dan bijih (Minerba) dengan luas 10.406.060 hektare.

Dia mengatakan hal ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang yang belum dapat dipulihkan.

Atas nama kemajuan ekonomi, pembuangan sampah dalam skala besar mencemari air, udara dan laut, sehingga berdampak pada kesehatan penduduk dan merusak persediaan makanan setempat. Terutama di wilayah sekitar tambang.

“Jadi kalau PMKRI terlibat dalam masalah pertambangan. Sama seperti kita menghadapi permasalahan yang ada. Dan hal ini akan menimbulkan konflik tajam dengan upaya yang telah kita lakukan selama ini, yaitu melindungi kedaulatan lingkungan hidup,” ujarnya.

Natalia juga menilai rencana tersebut berisiko memicu konflik pertanian baru dengan masyarakat. dan memperburuk kesenjangan sosial.

Menurut KPA, pada tahun 2023 tambang tersebut menimbulkan 32 konflik pedesaan di lahan seluas 127.525 hektar, dengan 48.622 kepala keluarga dari 57 desa terkena dampak tambang.

“PMKRI kekurangan tenaga dan kemampuan teknologi untuk mengelola kegiatan pertambangan. Namun sebagai komponen masyarakat sipil, kami mempunyai komitmen dan sikap yang tegas untuk melakukan checks and balances terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak adil. Apalagi bagi industri ekstraktif seperti pertambangan,” jelasnya.

“Kami berharap pemerintah menghentikan rencana tersebut dengan segera melakukan perubahan PP Nomor 25 Tahun 2024 terkait kegiatan pertambangan dan batubara,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *