PMI Manufaktur RI Naik Tipis, Agus Gumiwang: Industri Butuh Regulasi Tepat dari Berbagai Kementerian

Dilansir jurnalis Tribunnews.com, Lita Febriani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada September 2024, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di angka 49,2 poin. Angka ini naik sedikit dari 48,9 pada Agustus lalu. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan meski meningkat, namun angkanya masih menyusut seperti bulan lalu. 

“Untuk dapat kembali berkembang, sektor industri memerlukan dukungan regulasi yang baik dari berbagai kementerian/lembaga agar industri dalam negeri dapat terakomodir pada tempatnya,” kata Agus di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Kebijakan yang diperlukan sektor produksi antara lain revisi Peraturan Menteri Perdagangan no. 8 pada tahun 2024. 

Kemudian revisi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Antidumping Impor (BMAD) atas impor ubin keramik dan Tindakan Pengamanan Pajak Impor (BMTP) atas kain impor.

Meski perekonomian dunia masih mengalami perlambatan pada akhir kuartal III tahun 2024. 

Namun jika melihat beberapa negara peers, PMI manufaktur menunjukkan kondisi industri yang sedang berkembang, meski mengalami kondisi pasar global yang sama dengan Indonesia. 

Negara-negara yang masih dalam tahap ekspansi antara lain Filipina (53,7), India (56,7) dan Thailand meski berada di perbatasan (50,4). 

Dalam rilisnya, S&P Global menyatakan penurunan kinerja PMI terutama mencerminkan penurunan output bulanan dan pesanan baru selama bulan September dan berlanjut selama tiga bulan berturut-turut. 

Oleh karena itu, perusahaan mengambil sikap dengan mengurangi aktivitas pembelian, memilih pemanfaatan persediaan, dan memantau biaya serta efisiensi operasional.

Selain itu, turunnya pesanan baru yang keluar dari survei PMI Manufaktur Indonesia September 2024 juga terlihat pada Industrial Confidence Index (ICI) edisi September 2024 yang baru dirilis pada Senin (30/9/2024). 

Penurunan pesanan baru terjadi pada subsektor Industri Pengolahan Lainnya yang IKI menyusut. Subsektor ini mengalami penurunan pesanan baik dari luar negeri maupun dalam negeri.

Subsektor industri lain yang juga mengalami kontraksi pesanan baru IKI adalah pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu, kertas, bahan kimia, komputer dan elektronika, serta jasa reparasi. 

Artinya, sembilan dari 23 subsektor industri pengolahan mengalami kontraksi pada variabel pesanan baru pada bulan September lalu.

Agus menambahkan, menjelaskan situasi tersebut, kebijakan pengendalian masuknya barang ke Indonesia sangat diperlukan. 

“Sekarang kami terus berupaya meningkatkan permintaan produk lokal, karena permintaannya ada, tapi pasar juga kebanjiran produk impor,” kata Menperin Agus.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *