TRIBUNNEWS.COM – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bereaksi terhadap kasus Gregorius Ronald Tanur yang dibebaskan dari tindak pidana berat.
Ronald Tannur merupakan anak dari Edward Tannur, seorang buruh PKB yang kini menjabat anggota DPR RI.
Ia dibebaskan karena menjadi tersangka penyebab kematian pacarnya Dini Serra Afrianti.
Dalam hal ini PKB juga membunuh Edward Tannur sebagai anggota partai dan anggota DPR RI.
Kakak orang tua Edward Tannur (Ronald Tannur) sudah dinonaktifkan dari partai dan DPR RI, kata Heru Widodo, anggota Fraksi III Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/7/2024 ).
Heru mengatakan hal itu di hadapan ayah dan adik korban saat mengajukan pengaduan ke Komisi III DPR.
PKB menyatakan tidak akan pernah mentolerir kriminalisasi anggota DPR yang dilakukan oleh sayap partai atau anggota keluarganya.
“Kami tidak akan pernah menoleransi hal ini, kami tidak akan pernah membelanya,” kata Heru.
Heru menambahkan, penonaktifan ini merupakan komitmen PKB untuk tidak memberikan perlindungan kepada keluarga pelaku.
Selain itu, PKB mendorong Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mengusut bangku Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur.
“Kami ingin meminta Mahkamah Agung KY untuk mendalami hakim yang membebaskan tersangka,” kata Heru.
Hal itu dilakukan karena terungkap beberapa kejanggalan dalam pertimbangan hakim yang membebaskan Ronald Tanur.
Menurut Heru, pasal pembunuhan dan penganiayaan tidak dipertimbangkan hakim dalam mengambil keputusan.
“Ada pasal lain yang mencabut nyawa seseorang baik karena kecelakaan maupun atas namanya. Yang ini juga tidak akan dipakai,” jelas Heru.
Faktanya, temuan menunjukkan adanya pelecehan terhadap Dini.
Ternyata, terpidana pelaku kekerasan Ronald Tannur dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Sebelum dibebaskan, jaksa meminta Ronald divonis 12 tahun penjara atas pembunuhan Dini.
Namun karena tidak ditemukan bukti-bukti yang meyakinkan selama persidangan, hakim menilai seluruh dakwaan JPU tidak sah.
Majelis hakim mempertimbangkannya secara matang dan tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan untuk memvonis bersalah terdakwa, kata Majelis Hakim Erintua Damanik dalam keterangan sidang, Rabu (24/7/2024).
Dalam putusannya, hakim mencatat Ronald Tannur masih berusaha membantu korban di saat kritis.
Tindakan terdakwa membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Hakim juga memutuskan kematian korban bukan disebabkan oleh penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur.
Sedangkan almarhum diduga meninggal usai minum-minum saat karaoke di klub Blackhall KTV di Surabaya.
Korban meninggal karena penyakit tertentu akibat minuman keras.
“Meninggalnya Dini bukan karena kerusakan internal pada jantungnya, melainkan penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol saat karaoke yang menjadi penyebab meninggalnya Dini,” kata Erintua.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fersianus Waku)