TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap meminta pimpinan KPK segera bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Hal ini menyebabkan Pengadilan Tipikor di Jakarta menerima kekebalan hakim Mahkamah Agung Gazalba Saleh yang sudah tidak menjabat.
Salah satu alasan hakim menerima eksepsi Gazalba karena JPU KPK diduga tidak menerima delegasi Jaksa Agung.
Menurut Yudi, Pimpinan KPK harus segera menemui Jaksa Agung agar terdakwa lain tidak melihat ada celah dalam kasus Gazalba, yakni bisa bebas dari tuduhan.
“Pimpinan KPK harus segera berkoordinasi dengan Jaksa Agung agar secepatnya diterima oleh seluruh jaksa di KPK, karena putusan ini tentu akan dimanfaatkan oleh terdakwa lain, perkaranya akan dilimpahkan dari penyidik ke jaksa.” KPK atau dari sp. Jaksa KPK datang ke pengadilan,” kata Yudi kepada wartawan, Selasa (28 Mei 2024).
Sebab putusan ini tentu akan menimbulkan kekosongan hukum, imbuhnya.
Selain itu, Yudi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggugat keputusan tersebut melalui upaya banding.
Lanjutnya, jika kalah, setidaknya Komisi Pemberantasan Korupsi bisa segera menerima surat penunjukan izin penuntutan dari Menteri Kehakiman.
“Jika tidak, penyidikan di KPK akan terhenti karena tidak ada dasar hukum untuk menyerahkan langsung ke kejaksaan, karena otorisasi dapat dilakukan jika kerusakan air negara di bawah 1 miliar VND dan bukan untuk badan pengelolaan negara. /hukum. penegak hukum,” ujarnya.
Dia menegaskan, pengadilan tipikor harus memahami putusan tersebut karena akan berdampak luas terhadap terhambatnya perkara ditangani oleh komisi antirasuah.
Menurut Yudi, perintah Menteri Kehakiman terhadap jaksa di KPK pada hakikatnya hanya urusan administrasi, termasuk bidang tata usaha negara atau proses praperadilan.
“Selanjutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi jelas mempunyai kewenangan untuk mengadili dan sejak berdirinya KPK, belum ada surat seperti surat yang dimaksud hakim koruptor karena sudah ada. ay. jaksa,” kata mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (WP) ini. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Yudi Purnomo menghadiri sidang praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14 Desember 2023). (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dikabarkan memutuskan menerima protes atau nota protes hakim agung Mahkamah Agung Gazalba Saleh terkait dugaan korupsi dalam penanganan perkara.
Hal itu disampaikannya saat pembacaan putusan sementara pada sidang tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27 Mei 2024).
Selain itu, Senat juga memutuskan tidak menerima dakwaan tim penindakan KPK.
“Menyelesaikan: Pertama: menerima keberatan tim kuasa hukum terdakwa Gazalba Saleh. Kedua: menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima,” kata Ketua Hakim Fahzal Hendri di hadapan persidangan.
Dengan demikian, Gazalba Saleh dinyatakan bebas dalam kasus ini.
Hakim Fahzal mengatakan: “Perintahkan pembebasan terdakwa Gazalb Saleh segera setelah membaca keputusan ini.”
Dalam putusan selanya, Hakim Fahzal menilai JPU KPK tidak memenuhi syarat formil. Untuk itu, perwakilan negara dari KPK turut diundang.
Tak hanya itu, JPU KPK juga mempunyai kemampuan untuk mengajukan banding atas putusan sementara tersebut.
Mari kita lengkapi dokumen dan pengurusnya. Dan KPK bisa mengajukan banding atas keputusan ini atau menambah persyaratannya, kata Hakim Fahzal. Alasan Hakim menerima eksepsi Gazalba Saleh
Hakim menjelaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang juga mempunyai tugas sebagai jaksa.
Perintah penuntutan pidana dilaksanakan oleh Jaksa KPK atas perintah Direktur Penuntutan Umum KPK.
Namun, menurut hakim, Direktur Penuntutan Umum KPK tidak pernah mendapat izin dari Kejaksaan Agung RI.
“Menimbang bahwa meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi secara institusional mempunyai tugas dan fungsi sebagai jaksa, maka jaksa yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam hal ini Direktur Penuntutan Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak pernah berwenang untuk mengadili. dari Kejaksaan Agung RI selaku jaksa. Jaksa Agung menganut asas kesatuan sistem penuntutan pidana,” kata hakim Rianto Adam Pontoh.
Hakim mengatakan syarat delegasi dalam kasus Gazalba belum terpenuhi.
Oleh karena itu, kata hakim, JPU KPK tidak berwenang mengadili hakim MA nonaktif.
Sebab, perintah Jaksa Agung RI terkait penugasan Jaksa Penuntut Umum pada jabatan Direktur Penuntutan Umum kepada Sekjen KPK bukanlah perintah final, kata Hakim Rianto.
Artinya tidak ada amanat dari jaksa dan tidak ada keterangan [penjelasan] penggunaan kekuasaan atau instruksi [instruksi] penggunaan kekuasaan. Oleh karena itu, apabila syarat-syarat pemberian izin tersebut di atas tidak dipenuhi dan dipenuhi, maka menurut Senat, Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi “tidak mempunyai kewenangan sebagai jaksa dan tidak berwenang mengadili perkara pidana korupsi dan korupsi. TPPU,” imbuhnya.
Hakim mengatakan, jaksa yang mengadili kasus Gazalba harus memiliki surat perintah penangkapan dari Direktur Penuntutan Umum KPK, namun menurut hakim, Direktur Penuntutan Umum KPK sendiri tidak memiliki kewenangan. mengadili kasus Gazalba karena.
Sebab, dia tidak menerima surat perintah kewenangan kejaksaan dari jaksa agung.
Karena itu, hakim menilai JPU KPK yang menangani kasus Gazalba juga tidak berwenang mengadili Gazalba.
“Padahal setiap jaksa di KPK bertindak sebagai jaksa dalam mengadili setiap perkara korupsi dan TPPU mengandalkan perintah Direktur Penuntutan Umum KPK. Padahal, Direktur Penuntutan Umum KPK sebagaimana dinilai di atas tidak mempunyai kewenangan penuntutan dan tidak berwenang “mengadili perkara pidana korupsi dan TPPU, sehingga seharusnya Jaksa di KPK tidak mempunyai kewenangan” untuk mengadili. setiap perkara pidana korupsi dan TPPU,” jelasnya saat sidang Hakim Agung Gazalba Saleh. dibebaskan dari Rumah Tahanan Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (27 Mei 2024).( Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
Dalam putusan sementaranya, hakim mempertimbangkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung.
Dia mengatakan, perintah penunjukan jaksa harus dikeluarkan sebelum penuntutan pidana dimulai.
“Bahwa atas perintah Jaksa Agung RI, sebagaimana tertuang dalam Pendapat Jaksa Atas Keberatan Terdakwa/Kelompok Penasihat Hukum Gazalba Saleh, Jaksa Agung menunjuk seorang Jaksa yang bertugas di KPK, dan tidak serta merta mempunyai kewenangan sebagai jaksa dalam perkara yang mengatasnamakan Gazalba Saleh, karena harus terlebih dahulu “Sebelumnya telah dikeluarkan perintah penunjukan jaksa untuk menangani perkara tersebut dari Direktur Penuntutan Umum KPK, padahal Direktur Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi belum mendapat izin penuntutan dari Kejaksaan Agung RI selaku Ketua Jaksa berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021, ”ujarnya.