TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politisi Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua KPU
Menurut Dede Yusuf, konsep PTNBH yang seharusnya membantu perguruan tinggi mencari pendanaan dari luar mahasiswa dan subsidi pemerintah, ternyata tidak berjalan sempurna.
“Kalau sekedar menambah jumlah mahasiswa dengan membiayai mahasiswanya sendiri, bukan berarti menambah perguruan tinggi yang berbadan hukum. Mereka hanya menjadi swasta,” kata Dede Yusuf di Gedung DPR, Jakarta, kemarin (5 Agustus). /2024).
Oleh karena itu, Dede Yusuf menegaskan, Panitia X DPR RI telah membentuk panitia kerja (Panja) untuk mengevaluasi pelaksanaan PTNBH.
Saat itu, ia juga menantang kenaikan Uang Kuliah Kesatuan (UKT) di banyak kampus yang saat ini menjadi sorotan masyarakat.
Dede Yusuf mengkritik keras kebijakan promosi UKT yang banyak dilakukan di perguruan tinggi negeri (PTN).
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, kenaikan signifikan 50-100% yang terjadi tidak boleh terjadi secara tiba-tiba, melainkan bertahap.
“Setiap tahun harusnya ada kenaikan bertahap sebesar 10 persen, itu masih dianggap wajar. Namun, kalau kenaikannya terlalu tinggi, harus ditanyakan, inflasi apa yang menyebabkan harga pendidikan naik? cabai atau harga telur?” kata Dede Yusuf.
Dede Yusuf pun mengaku menduga dugaan pemotongan subsidi pemerintah ke banyak jaringan PTN menjadi penyebab permasalahan tersebut.
“Mungkin pemerintah sudah tidak lagi mensubsidi banyak perguruan tinggi negeri. Sejauh mana relevansinya, kita juga perlu mencari tahu komponen apa saja yang mendorong tingginya angka pendanaan pendidikan,” ujarnya.
Dampak Negatif PTN BH
Secara terpisah, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai kenyataan yang ada saat ini justru rezim PTN BH yang mempersulit masyarakat masuk perguruan tinggi negeri.
“Saya melihat hal ini justru membuat pendidikan tinggi kita menjadi mahal karena proses otonomi kampus tidak melibatkan peralihan ke dukungan pemerintah,” kata Dhoni kepada wartawan.
Dikatakannya, dalam UU Dikti, perguruan tinggi negeri harusnya berbadan hukum, dimana otonomi pengembangan kampus diinginkan.
Masalahnya, keberadaan PTN BH punya kampus otonom? PTN BH yang seharusnya otonom di kampus karena perkembangan radikal, berdasarkan undang-undang ini, justru meninggalkan praktiknya, ujarnya.
Akibatnya, proses otonomi kampus, seperti pengelolaan biaya pegawai, dosen, pemenuhan kebutuhan pendidikan, dan banyak persoalan lain yang sangat kompleks, pada hakikatnya diserahkan kepada fakultas.
“Pengaturan ini tidak masuk akal, hitung-hitungannya pemerintah menyiapkan proses transisi bertahap, masa standar otonomi malah membebani mahasiswa?” dia menekankan.
Selain itu, Dony juga mengkritisi kewajiban PTN BH yang menyetorkan dana ke pemerintah dalam bentuk Pendapatan Negara Bebas Pajak (PNBP).
“PNBP dilaporkan ke negara, ditransfer ke kas, lalu dibayarkan kembali ke kampus. Enggak main-main, susahnya bayar. Kenapa Rektor PTN memikirkan PNPB? KPK bahkan sudah menangkap beberapa Komisioner (KPK) tekanan setor PNBP: rata-rata Rp 330 miliar Selanjutnya, “Rektor dapat dananya dari mana?”
Saat itu, Dony juga mewanti-wanti perguruan tinggi swasta (PTS) agar tidak terburu-buru tergoda untuk mengubah status badan hukumnya.
Fenomena yang berkembang akibat PTN BH adalah PTN BH justru lebih mahal dibandingkan PTS.
“Tujuannya pemerataan akses pendidikan, harusnya PTN lebih murah. Namun mereka (PTS) perlu memikirkan apakah mau mendapat dana dari pemerintah jika beralih ke PTN BH?”
Karena tingginya biaya PTN BH, PTS saat ini berlomba-lomba menurunkan biaya agar bisa menjual.
“Swasta harus murah, kalau mahal tidak akan laku,” kata Dony.
Menurutnya, rata-rata perguruan tinggi swasta saat ini sudah berbadan hukum institusi, seperti Universitas Trisaktis.
“Jadi kenapa pemerintah menargetkan Yayasan Trisakti menjadi PTN BH, karena dibeli pemerintah, karena uangnya bersih dan besar dari PTN BH Trisakti. Kalau jadi PTN BH, Kemendikbud punya kekuasaan, dikelola orang-orang di sekitar menteri, potensinya besar sekali,” kata Doni.
Meski demikian, Dhoni menilai pemerintah tidak boleh mengambil alih yayasan Trisakti begitu saja.
“Pemerintah tidak bisa mengambil begitu saja, kampus Trisaktis adalah milik rakyat,” ujarnya.