Pesan Al-Qassam pada Hizbullah, Yakin Pejuang Lebanon Bisa Selesaikan Pekerjaannya Habisi Israel

TRIBUNNEWS.com – Kelompok militer Hamas, Brigade Al-Qassam, menerbitkan video yang menargetkan pejuang gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon, pada Senin (29/7/2024).

Video tersebut diterbitkan sebagai kritik terhadap Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant atas pertemuannya dengan pasukan Israel di dekat Jalur Gaza pada Juli 2024.

Diketahui, dalam pertemuan tersebut, Gallant menyatakan bahwa tank-tank yang meninggalkan Rafah, di Gaza selatan, “dapat mencapai litani (sholat)”.

Menanggapi hal tersebut, melalui videonya, Al-Qassam memperlihatkan kompilasi kendaraan lapis baja dan tank Israel yang diserang oleh pejuangnya di Rafah.

Dalam video berikut, Al-Qassam mengirimkan pesan kepada para pejuang Hizbullah.

“Lihatlah kendaraan lapis baja Gallant meninggalkan Rafah. Kami yakin Anda (pejuang Hizbullah) akan menyelesaikan tugasnya,” demikian bunyi pesan Al-Qassam yang dikutip Al Mayadeen.

Di akhir video, Al-Qassam menyisipkan pernyataan ancaman dari Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah terhadap Israel.

“Tidak akan ada tank tersisa dari pendudukan Israel jika terjadi perang di Lebanon,” kata Nasrallah.

Unit Media Militer Hizbullah dan Perlawanan Irak mem-posting ulang video tersebut di saluran Telegram masing-masing.

Al-Qassam diketahui merilis video tersebut pada saat para pejabat Israel terus mengancam akan melakukan agresi keras terhadap Lebanon, yang dapat menjerumuskan wilayah tersebut ke dalam perang skala penuh.

Pesan tersebut disusul dengan beberapa serangan yang dilakukan pejuang Hizbullah terhadap kendaraan lapis baja Israel sejak 8 Oktober 2023. Potensi perang antara Israel dan Lebanon

Potensi perang antara Israel dan Lebanon diketahui semakin meningkat menyusul terjadinya serangan di Majdal Shams, wilayah utara Druze, yang menduduki Dataran Tinggi Golan, yang menewaskan 12 anak.

Terkait penyerangan tersebut, Israel menuduh Hizbullah dan memperingatkan akan menargetkan beberapa posisi Hizbullah di Lebanon.

Israel mengatakan Hebzullah telah melewati “garis merah” dan akan “membayar akibat yang mahal.”

Terkait penyerangan tersebut, kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, membantah tuduhan Israel mengenai penyerangan ke Golan.

Hizbullah mengatakan pihaknya “tidak ada hubungannya” dengan insiden tersebut.

Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib, melalui akun X, mendesak “penyelidikan internasional atau pertemuan komite tripartit yang diadakan melalui UNIFIL untuk mengetahui kebenaran serangan di Golan.”

Sebagai informasi, panitia tripartit merujuk pada pejabat militer Lebanon dan Israel, serta pasukan penjaga perdamaian dari Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).

Menanggapi serangan yang menewaskan 12 anak tersebut, analis politik Timur Tengah Omar Baddar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia yakin serangan terhadap Majdal Shams “hampir pasti merupakan sebuah kecelakaan”, terlepas dari siapa yang bertanggung jawab.

“Tidak ada partai di seluruh wilayah yang memiliki kepentingan politik atau militer dalam menyerang anak-anak yang bermain sepak bola di kota Dataran Tinggi Golan yang diduduki Druze.”

“Dan perlu juga dicatat bahwa ada keinginan Hizbullah dan Israel untuk menghindari perang skala penuh,” ujarnya.

“Kita memerlukan penyelidikan independen untuk benar-benar mengetahui kebenarannya. Namun, bantahan Hizbullah setidaknya menjadi indikasi bahwa meskipun serangan itu disebabkan oleh Hizbullah, pastinya tidak ditargetkan secara sengaja,” tambahnya.

Sementara itu, peneliti senior di Middle East Institute di Washington, Randa Slim, mengatakan Israel dan Hizbullah pada dasarnya tidak tertarik dengan perang habis-habisan.

Hal ini karena perpindahan penduduk secara massal di sepanjang garis konflik dan akibat pertempuran telah terjadi sejak lama.

“Saya kira Perdana Menteri Israel saat ini tidak tertarik pada perang skala penuh, sebagian karena ada konsekuensi yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat diprediksi dari perang yang lebih luas di Lebanon, yang melibatkan Hizbullah.”

“Karena pada akhirnya kalau situasi memanas maka akan melibatkan Iran juga,” kata Slim.

(News Life/Pravitri Retno W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *