TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sistem multi level marketing atau MLM marketing sudah banyak dikenal masyarakat.
Ini adalah strategi pemasaran yang terdiri dari anggota upline dan downline.
Pada dasarnya, ada dua prinsip dasar MLM. Pertama, adanya produk yang akan dijual, dan kedua, penjualan produk bersifat terpusat dan mengandalkan usaha anggota untuk mencari dan merekrut anggota baru.
Jadi fokus sistem pemasaran ini bukan hanya pada produknya saja. Namun peluang mendapatkan penghasilan atau komisi juga lebih besar.
Seiring berjalannya waktu, teknologi internet dan smartphone sangat memudahkan transaksi jual beli produk. Pasar menjadi sangat dekat dengan konsumen. Ia tidak hanya berperan sebagai pembeli, namun terkadang ia juga berperan sebagai penjual.
Penjual dapat melihat review produk di Tiktok kemudian melakukan transaksi langsung dengan pembeli.
Di sisi lain, pembeli akan mencari produk di platform e-commerce setelah melihat review produk di YouTube. Setelah transaksi selesai, Anda tinggal menunggu produknya di rumah. Anehnya, semua kemudahan itu tidak menghilangkan transaksi tatap muka secara langsung.
Membeli langsung dari penjual tetap ada, meskipun konsumen tetap memiliki penilaian dan penilaian pribadi setelah membaca atau melihat review dari konsumen lain di media sosial.
Kekuatan media sosial dan platform e-commerce sangat penting bagi kelangsungan suatu produk. Banyak pengusaha meningkatkan strategi pemasaran mereka dengan menerapkan berbagai saluran penjualan. Sistem MLM mulai terasa seperti kemunduran ke masa lalu.
Salah satu brand yang menerapkan sistem pemasaran MLM adalah CNI yang telah memasarkan produk kesehatan sejak berdiri pada tahun 1986.
“Sebagai wirausaha, kita harus selalu mengikuti perkembangan zaman. Begitu pula dengan CNI yang akan selalu inovatif, kreatif dan adaptif dalam menjalankan bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan dunia digital Senin, 8 Juli 2024, dikatakan: “Kami telah memutuskan untuk meninggalkan skema piramida demi konsep bauran pemasaran. “
Ia menjelaskan melalui Mixed Marketing Concept (MMC), produknya dapat menjangkau konsumen lebih luas karena dapat dibeli di pasar baik secara offline maupun online. MMC menggabungkan keunggulan konsep penjualan offline, online, dan langsung, termasuk personalisasi, penilaian, penjualan berjenjang terbatas, dan penggunaan berbagai sistem waralaba.
Dijelaskannya, dari segi pemasaran offline, pihaknya tetap mengutamakan kemitraan yang sudah ada yang terdiri dari dealer dan penjual serta memberikan “amunisi” baru yakni CNI Store. Toko fisik yang terletak di kawasan kantor pusat CNI di Kecamatan Jingwanan, Jakarta Barat ini menganut sistem waralaba parsial, namun tetap berbeda dengan model waralaba tradisional.
Dijelaskannya, toko CNI beroperasi dengan sistem dan proses yang terstandarisasi. Namun, ada beberapa hal yang dirancang lebih sederhana dan fleksibel, seperti jam operasional yang memungkinkan mitra meraih keuntungan lebih baik.
Dikatakannya, yang terpenting adalah nihil biaya lisensi, yakni mitra tidak memungut biaya apapun atas penggunaan merek di media offline dan online.
Sistem manajemen ini juga menjadi strategi perusahaan untuk memenuhi komitmennya dengan mitra melalui sistem yang fleksibel dan tidak membatasi. Namun di sisi lain, CNI tetap memastikan rantai pasoknya beroperasi dengan baik karena dikelola dan dikendalikan langsung oleh CNI, memiliki sistem perdagangan terpusat dan dijalankan menggunakan aplikasi dan teknologi.
“Kami menentukan lokasi toko CNI berdasarkan kebutuhan perkembangan wilayah geografis dan harus memenuhi standar yang ditentukan. Tujuan kami adalah membuka 1.000 toko CNI di Indonesia pada tahun 2025,” kata Abrian.