TRIBUNNEWS.COM – Program pengembangan energi dan ekonomi bersih hari ini dilaksanakan di 22 desa pedesaan di empat provinsi Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Tengah.
Bentuk kerja sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan United Nations Development Programme (UNDP) melalui proyek Accelerating Clean Energy Access to Reduce Inequality (ACCESS).
Dengan dukungan Badan Kerjasama Internasional Korea (KOICA), proyek ACCESS telah berhasil membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan mendukung pengusaha lokal melalui pelatihan dan pengembangan sumber daya.
Tak hanya itu, proyek ini juga mendukung organisasi kemasyarakatan milik pemerintah, khususnya Badan Usaha Milik Rakyat (BUMDes) untuk menjamin keberlangsungan operasional PLTS dan membuka usaha perbaikan pembangunan yang ada.
Kota Mata Wee Lima yang terletak di Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, merupakan salah satu desa tersebut.
PLTS di kota Mata Wee Lima dibuka pada Sabtu 31/8/2024.
Sekretaris Jenderal Bidang Energi Baru dan Ketahanan Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan, hal tersebut mencerminkan komitmen pemerintah dalam mencari solusi permasalahan target listrik di dalam negeri akibat pembangunan PLTS.
Sahid mengatakan, mengingat harga tahun 2023, layanan listrik PLN akan menjangkau 98,3 persen penduduk Indonesia, namun masih ada 1,7 persen yang belum menerimanya.
“Di banyak daerah yang medannya sulit, PLN menghadapi kendala dalam pembangunan jaringan listrik sehingga energi terbarukan menjadi pilihan penting.”
“Program ACCESS merupakan contoh kolaborasi antara pemerintah, KOICA dan UNDP Indonesia dalam mengatasi tantangan tersebut. Kami berharap program serupa dapat direplikasi di wilayah lain,” ujarnya pada pertemuan PLTS, sesuai transkrip. Diberdayakan oleh energi bersih
Hingga saat ini, proyek ACCESS telah menyelesaikan PLTS dan sistem perluasannya di seluruh negara bagian, menyediakan listrik sebesar 1,1 Megawatt untuk lebih dari 3.000 rumah tangga.
Lebih dari 20.000 orang terkena dampak positifnya.
Selain memberikan penerangan bagi kota, instalasi tenaga surya ini telah membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar, menciptakan peluang baru untuk pengembangan situs tersebut.
20 BUMDes telah didirikan atau direnovasi, memastikan pengelolaan dan pengawasan PLTS jangka panjang di masa depan.
Selain itu, BUMDes juga telah banyak melakukan kegiatan komersial, antara lain pemasaran, pembibitan, dan budidaya ikan nila melalui sistem bioflok, serta jasa seperti fotografi, pengangkutan barang, dan jasa ekskavator.
Sebagian besar industri tersebut menggunakan energi ramah lingkungan dari PLTS dalam operasional sehari-harinya.
BUMDes bisa memperoleh penghasilan bulanan mulai dari 1,5 juta hingga 11,6 juta rupiah.
Contoh kisah suksesnya adalah BUMDes Eka Pata di Sumba Barat Daya yang berhasil menjual 130 ekor ayam dengan keuntungan lebih dari Rp 8 juta dan keuntungan hampir 2 juta.
Wakil Presiden KOICA Indonesia, Dr Sooyoung Park mengucapkan selamat kepada seluruh pemangku kepentingan atas keberhasilan penyelesaian pembangunan 22 PLTS off-grid di bawah Proyek ACCESS.
“Mencapai target 100 persen listrik bukanlah hal yang mudah, apalagi mengingat seriusnya permasalahan epidemi Covid-19 pada saat pelaksanaan dan sulitnya akses ke daerah-daerah terpencil.”
“Komitmen dan kerja sama berbagai pihak sangat penting dalam mencapai tonggak sejarah ini,” ujar Sooyoung Park.
Dia juga mengatakan bahwa dia akan fokus pada keamanan kampanye.
“Kepemilikan yang kuat dari tingkat nasional hingga negara bagian dan lokal diperlukan untuk memastikan dampak jangka panjang dan hasil jangka panjang.
Sementara itu, Wakil Direktur UNDP Indonesia Sujala Pant menekankan pentingnya kesetaraan gender dan inklusi sosial.
Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, kata dia, partisipasi berbagai kelompok masyarakat, termasuk perempuan, dalam industri energi sangat penting.
“Kami berkomitmen untuk mencapai kesetaraan gender dan inklusi sosial dengan memasukkan elemen-elemen ini ke dalam seluruh aspek proyek.”
“Misalnya, 46 persen pengusaha lokal yang terlatih dan tersertifikasi adalah perempuan,” ujarnya.
Ia menambahkan, hal ini merupakan faktor penting yang akan membawa perubahan pada keterwakilan perempuan di bidang energi bersih.
Ia menambahkan bahwa manfaat program ACCESS lebih dari sekedar penyelesaian masalah.
Hasil tersebut juga menjadi landasan pembangunan berkelanjutan yang dikelola masyarakat melalui BUMDes dan UMKM lokal melalui kolaborasi, inovasi dan kerja keras.
(Tribunnews.com)