Tribun News Service.com, JAKARTA – Anggota DPR RI terpilih dari Dapil Banten, Tia Rahmaniya resmi dikeluarkan dari PDIP.
Akibat pemecatannya, Tia tak layak menduduki kursi DPR RI meski memenangi suara di daerah pemilihannya.
Sesuai Keputusan KPU No. 1368/20224, Tia digantikan Bonnie Triana untuk menduduki kursi DPR RI.
Tia pun membalas, berikut Tribunnews.com rangkum upayanya menangani penggusuran tersebut. Pengadilan di Pengadilan Negeri
Tia merasa tidak bisa diterima karena tidak diangkat menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029, lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pengacara Tia, Jupriyanto Purba membenarkan hal tersebut.
Gugatan telah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saat ini perkaranya bernomor 603/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN Jkt.Pst, kata Jupriyanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/9/2024).
Sebaliknya, pihak yang dituntut adalah Mahkamah Partai PDIP dan calon anggota DPR RI Boney Triana yang dicalonkan menggantikan Tia.
Kemudian, DPP PDIP, Bawaslu, KPU RI, dan Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya selaku calon legislatif (Caleg) yang suaranya diambil Tia pun ditetapkan sebagai tergugat.
Purba juga mengatakan, pihaknya bersama Tia berencana membuat laporan polisi atas dugaan kecurangan pemilu karena dianggap pencemaran nama baik.
“Saat ini kami sedang menyiapkan laporan polisi ke Mabes Polri terkait tuduhan terhadap Bu Tia atau pemungutan suara terhadap Mohamad Hasbi Asidaki Jayabaya.
“Pencemaran nama baik, pencemaran nama baik yang mengancam kehormatan dan harkat dan martabat klien saya,” tutupnya.
Tia Rahmaniya mengunjungi Mabes Polri di Jakarta Selatan pada Jumat (27/9/2024).
Tia terpilih oleh Majelis Nasional DPR RI Kabupaten 1 Banten di partai PDIP dengan perolehan suara terbanyak.
“Kami pribadi memanfaatkan kehadiran Polri karena ingin membahas langkah-langkah atau langkah hukum yang harus diambil melihat situasi saat ini,” ujarnya.
Ia mengaku kecewa mendalam atas keputusan KPU RI yang menerima putusan Mahkamah Partai PDI Perjuangan.
Menurut Tia, dirinya dituduh melakukan penggelembungan suara.
Tia menilai hal itu bukan akibat keputusan Bawaslu Provinsi.
Oleh karena itu, Tia datang ke Mabes Polri bersama tim dan kuasa hukumnya.
“Saya ingin membersihkan nama saya. “Saya seorang guru, saya juga seorang ibu, dan saya tidak ingin dikenal sebagai orang yang tidak memiliki apa yang diperlukan,” ujarnya.
Tia menegaskan, dirinya tidak ingin menjadi MLA lagi, dengan mengatakan yang terpenting adalah mengembalikan nama baiknya.
“Sebagai seorang ibu, saya tidak ingin anak atau cucu saya membaca catatan digital saya yang melakukan tindakan politik yang buruk hingga mencuri suara teman-teman saya,” ujarnya.
Selain itu, sebagai seorang guru, ada tanggung jawab moral untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik.
Sesuai bimbingan dan ilmu yang diberikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, harus ada proses hukum untuk mendapatkan keadilan.
Tia tetap berpegang teguh pada prinsip perlunya keberanian menyatakan keadilan, betapapun pahitnya hal itu.
“Itulah cita-citaku, aku juga belajar banyak darinya tentang menyemangati perempuan untuk selalu berusaha, selalu berani, dan kemudian aku melihat contoh yang baik dari seorang pemimpin perempuan yang baik meski dalam situasi sulit,” kata i Love Audio Manipulation
Dajarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDIP Bidang Pembinaan Ideologi dan Kader, mengatakan pemecatan itu dilatarbelakangi ulah Tia Rahmaniya yang mencuri suara.
Hal itu terlihat saat pengadilan partai menerima gugatan calon wakil PDIP dari daerah pemilihan tersebut.
“Iya, ada gugatan, ada laporan perselisihan hasil pemilu,” kata Dejarot, Kamis (26/9/2024).
Panitera pengadilan partai menerima bukti pengalihan C1.
Sebelum dipecat, Tia sempat dipanggil dan diperiksa Pengadilan Partai.
“Jumlah suara ada di dalam partai dan dipotong, itu diketahui setelah terjadi perubahan suara A atau B, misalnya formulir C1 membuktikannya,” jelas Dejarot.
Menurut Dajarot, keputusan memecat Tia sudah dibicarakan sejak lama.
Sebelum penembakan, PDIP juga sudah meminta Tia mundur.
“Yah, tidak, tidak dipecat. Namanya kehormatan. Kalau tidak mau hadir, berarti dipecat. Ya, mereka biarkan dia mengundurkan diri,” kata Dajarot.