Peringatan 26 Tahun Reformasi, Para Aktivis 1998 Tampilkan Nisan dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Dalam rangka memperingati 26 tahun Reformasi, pada tahun 1998 para aktivis memajang batu nisan dan nama-nama pelanggar HAM.

Eri Komar / Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada Selasa (21/5/2024) di Markas Front Penyelamatan Reformasi Indonesia di Mentenge, Jakarta Pusat, tahun 1998. para aktivis memajang batu nisan peristiwa dan nama-nama korban pelanggaran HAM.

Di halaman markas Front Penyelamatan Reformasi Indonesia, terpahat batu nisan kayu bertuliskan peristiwa dan nama korban pelanggaran HAM untuk mengenang reformasi pada 21 Mei, tepatnya 26 tahun lalu.

Mantan Humas Forum Kota (Forkot) UKI Cwang Mustar di Bona Ventura mengatakan, jika dijajarkan batu nisan, jaraknya dari Merak, Banten hingga Surabaya, Jawa Timur.

“Jaraknya jauh dari Merak sampai Surabaya. Itu sebagian kecil dari betapa kejam dan brutalnya orde baru, dan saya kira hal itu tidak boleh kita lupakan,” kata Mustar.

Menurut Mustar, penindakan ini memakan waktu tiga hari. Kemudian 98 aktivis akan ditampung di kamp-kamp di Jawa, Sumatera, dan Bali.

“Iya ada tengkoraknya. Ada Marsinah, ada Wiji Tukul, ada teman bencana Trisakti, bencana Semangi dan sebagainya, ada teman media, Udin Lumbung, ada korban penghapusan Tempo dan lain sebagainya. ,” kata Mustar.

Mustar berharap peristiwa 26 tahun itu tidak terlupakan.

Ia berharap generasi Z dan generasi muda saat ini mengetahui kebenaran kelam, yakni ribuan penembakan misterius, pemerkosaan terhadap masyarakat Tiongkok, dan lain-lain.

“Ya, itu yang kita pikirkan hari ini, di peringatan 26 tahun reformasi,” kata Pak Mustar. Mimpi besar pasca reformasi

Aktivis 98 Ubedilah Badrun mengatakan dia merayakan dua puluh enam tahun revolusi karena menyadari tekanan luar biasa di jalanan 26 tahun lalu.

Ada kayu, ada gas air mata. Bahkan, beberapa di antaranya kemudian ditembak.

Oleh karena itu, 98 aktivis ingin memperingati 26 tahun perubahan tersebut dengan monumen batu.

Ubedilah mengatakan Indonesia mempunyai cita-cita besar pasca reformasi, yakni ingin memiliki demokrasi yang berkualitas.

“Tetapi saat ini demokrasi kita sedang gagal,” kata Ubedilah.

“Keburukan dan kekurangan demokrasi semakin bertambah karena pemerintah dengan segala alatnya menjalankan kekuasaan yang melanggar etika, mengabaikan undang-undang, melanggar undang-undang bahkan UUD 1945,” tegasnya.

Menurut Ubedilah, demokrasi sedang terpuruk, terlihat dari indeks kebebasan masyarakat yang hanya 5,59 poin. Apalagi Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia hanya 3,2.

“Tingkat pertumbuhan ekonomi kita hanya lima persen. Tingkat kemiskinan semakin meningkat – terdapat 9,9 juta generasi Z yang menganggur. “Ini masalah yang sangat besar,” kata Ubedilah

Rangkaian acara ini akan mencakup pameran Kekejaman Orde Baru – 2000 Tengkorak – 1000 Nissan – dan pameran foto pada 21-23 Mei. Jl Diponegoro No. 72, Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *