Perbankan Bersiap Turunkan Suku Bunga

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank berencana menurunkan suku bunga.

Pemotongan tersebut sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang memangkas suku bunga atau BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6% pada Rabu (18/9/2024).

Ternyata, hingga kini para bankir banyak bicara soal uang yang semakin mahal. Dimana, kenaikan suku bunga berdampak pada pendapatan bunga yang merupakan sumber utama pendapatan perbankan.

Mengutip Kontan, jika mengacu pada data Bank Indonesia (BI), suku bunga deposito perbankan mengalami kenaikan di tengah tingginya suku bunga. Misalnya saja hingga Juli 2024, suku bunga deposito 1 bulan sudah mencapai 4,75%.

Dibandingkan Desember 2024, deposito 1 bulan masih 4,71%. 

Maju cepat setahun lebih ke Juli 2023, dan deposit 1 bulan masih 4,54%.

Ketika suku bunga acuan mulai turun, kecil kemungkinan bank akan memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposito. Paling tidak, mereka bisa menghindari barang elektronik mahal.

Presiden CIMB Niaga Lani Dharmawan mengatakan target utama penurunan saat ini adalah biaya investasi. Artinya, suku bunga deposito akan turun lebih awal sehingga memberikan tingkat peredaran yang lebih murah.

“Pendapatan bisa menyehatkan. kata Lani, Rabu (18/9).

Ternyata, suku bunga yang diberi hak BNGA akan mengalami pertumbuhan signifikan pada paruh pertama tahun 2024, hingga 24,6%. Alhasil, pendapatan bunga bersih bank tersebut meningkat 2,6% YoY menjadi Rp6,66 triliun.

Namun, Lani belum bisa memastikan pihak mana yang akan langsung memotong biaya deposito setelah keputusan BI tersebut. Sebab, semua tergantung pasar dan apakah instrumen investasi lain akan mengalami penurunan suku bunga.

“Kami ingin bank-bank di seluruh negeri mulai menurunkan suku bunga simpanan terlebih dahulu, sehingga biaya modal akan turun secara bertahap, sehingga suku bunga pinjaman akan turun,” tambah Lani.

Sigit Prostow, kepala keuangan bank tersebut, mengatakan bahwa pemotongan suku bunga akan berdampak lebih besar terhadap pendapatan dibandingkan permintaan pinjaman. Artinya biaya modal yang dimiliki bank akan berkurang.

Namun, dia mengatakan dengan banyaknya investasi lainnya, ia harus memperhatikan pendapatannya. Di mana, jika melihat pendapatan masih mepet, maka bank akan kesulitan menekan biaya modalnya.

“Jika cost of capital turun, kita bisa menawarkan kredit dengan bunga yang lebih rendah karena permintaan pinjaman lebih tinggi,” kata Sigit.

Sementara itu, Chief Financial Officer Banca Raya Rustati Suri Perthvi meyakini penurunan suku bunga akan bermanfaat untuk pengendalian biaya, terutama biaya uang dan seluruh hutang di rekening bank.  

Mengingat biaya modal merupakan salah satu biaya utama dalam industri perbankan, maka efektivitas biaya modal juga turut menunjang kinerja industri perbankan di Indonesia.

Di sisi lain, perempuan yang akrab disapa Tiwi ini memandang penurunan suku bunga sebagai insentif pertumbuhan kredit, karena konsumen akan mendapat kredit lebih banyak.  

Ketika kredit meningkat, investasi dan investasi sosial harus meningkat.  

Namun, dia mengatakan akan mempertimbangkan apakah akan menurunkan suku bunga KPR terlebih dahulu setelah memangkas suku bunga. Karena dia harus melihat langkah apa yang diambil bank lain.

Itu akan menjadi keputusan, nanti kita lihat berapa suku bunganya, kata Tivy.

Tiwi mengaku sejauh ini belum menaikkan harga. Dikatakannya, saat ini suku bunga bank berbeda-beda tergantung jenis pinjamannya, namun untuk kredit mikro berkisar 15% dan untuk kredit ritel sekitar 11%. (Adrianus Octaviano / Herlina Kartika Dewi)

Sumber: Uang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *