TRIBUNNEWS.COM – Dukungan besar-besaran Jerman terhadap Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia kini kembali hadir.
Kanselir Olaf Scholz menyatakan bahwa Jerman menderita akibat perang yang berkepanjangan. Dampak ekonomi yang terlihat
Perang yang dimulai pada 24 Februari 2022 ini menghantam sektor otomotif yang merupakan salah satu penopang industri Jerman.
Menurut laporan New York Times, tidak hanya sektor otomotif yang terkena dampaknya, industri manufaktur lainnya juga mengalami penurunan drastis.
Perekonomian negara terkuat di Uni Eropa ini semakin terpuruk, terutama karena ketergantungan Jerman terhadap energi Rusia.
Scholz berkata: “Bantuan yang kami berikan untuk mengatasi keraguan setelah Perang Dunia II kini harus dibayar mahal.” Penghentian impor energi dari Rusia, serta volatilitas harga minyak dan gas di Eropa, menjadikan sektor industri Jerman sebagai korban terbesar. Menurunnya kepercayaan masyarakat
Kepercayaan masyarakat terhadap Scholz juga menurun signifikan.
Hasil pemilu Parlemen Eropa pada bulan Juni menunjukkan kinerja yang buruk bagi partai-partai yang berkuasa, dengan Scholz mencatat peringkat terendah yang pernah ada untuk seorang kanselir.
Blok oposisi konservatif utama, Union, meraih kemenangan tipis, disusul oleh partai sayap kanan, Alternatif untuk Jerman. Upaya dialog dengan Rusia
Dalam upaya mencegah Jerman semakin terpuruk, Scholz mulai meluncur ke arah Rusia.
Dia menghentikan pengiriman tank Leopard II ke Ukraina dan menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan Presiden Vladimir Putin.
“Sudah waktunya bagi negara-negara Barat untuk melakukan segala kemungkinan untuk memastikan bahwa pertempuran di Ukraina tidak berlanjut selamanya,” kata Scholz.
Politico melaporkan bahwa Scholz telah lama ingin Ukraina menyetujui usulan pembicaraannya.
Dalam situasi yang semakin rumit ini, harapan akan perdamaian di Ukraina menjadi semakin mendesak. Konten ini ditingkatkan dengan Artificial Intelligence (AI).