Penyitaan Ponsel Staf Hasto Dinilai Bentuk Pelanggaran Penyidik KPK, Pengamat: Problem Etik Serius

Laporan jurnalis Tribunnews.com Fersianus Vaku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik Airlanga Pribadi Kusman menilai penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melampaui kewenangannya dengan menyita telepon genggam (HP) Sekjen PDIP Hasto Cristianto dan jajaran Kusnadi.

Airlanga menilai tindakan tersebut menunjukkan penurunan nilai KPK, pelanggaran etik, dan hilangnya integritas.

Situasi ini semakin menunjukkan KPK sedang mengalami krisis integritas yang luar biasa.

Padahal, lembaga antikorupsi seharusnya bisa memberi contoh dan menjaga integritas masyarakat.

“Ini benar-benar masalah etika dan sangat serius karena mempunyai konsekuensi buruk. Penyidik ​​KPK bertindak di luar kewenangannya,” kata Airlanga kepada wartawan, Selasa (11/6/2024).

Airlanga mengkritik penggeledahan dan penyitaan ponsel Hasto dan Kusnad yang dilakukan penyidik.

Sebab saat itu, penyidik ​​BPK memanggil Kusnadi ke ruang pemeriksaan lantai dua. Penyidik ​​KPK meminta Kusnadi menyerahkan tas dan gadget tersebut kepada Hasto.

“Katanya namanya Pak Hasto, tapi ternyata bukan itu. Hal ini merupakan salah satu bentuk penipuan atau penipuan. Proses yang terjadi juga cacat etik, melanggar hukum dan supremasi hukum tidak berjalan,” ujarnya. .

Airlangga menilai Komite Pemberantasan Korupsi belum mengkaji secara menyeluruh ketentuan Pasal. 46 dan 47 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK.

Menurut dia, sebagai saksi yang dibutuhkan keterangannya oleh KPK, Hasto diposisikan sebagai rekan penyidik ​​dan patut dihormati.

Sebab, KPK masih mengandalkan perolehan keterangan dan bukti dari Hasto untuk mengungkap kasus tersebut.

Airlanga menilai sikap penyidik ​​KPK terhadap Hasto mencerminkan pandangan masyarakat terhadap situasi politik.

Ia mengatakan banyak pihak juga yang menyebarkan rumor bahwa NCP berpotensi menjadi alat politik pemilu 2024.

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai independen karena merupakan lembaga eksekutif pemerintah.

“Sulit dipungkiri adanya anggapan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah alat negara, politisasi juga sangat masuk akal dalam menghadapi Pilkada 2024 mendatang dan alienasi partai politik di kalangan masyarakat. para elite,” tambah Airlanga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *