TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17/23 yang ditandatangani Presiden Jokowi dinilai berlebihan.
Pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar sampai batas tertentu dapat dimaknai sebagai “lampu hijau” negara terhadap pergaulan bebas pelajar.
“Kami memandang pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar sebagai bentuk politik yang sama sekali tidak bijaksana. Dengan memberikan alat kontrasepsi, kami seolah memberikan kebebasan kepada pelajar untuk melakukan hubungan seks. kemungkinan adanya hubungan seks di luar nikah terhadap siswa kita,” kata Ketua Komisi X DPR RI Sayaful Huda, Senin (5/8/2024).
Huda memahami PP 28/2024, khususnya Pasal 103 yang mengatur tentang kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja, bertujuan untuk melindungi siswa dari tindakan yang dapat merusak masa depannya.
Pasal tersebut menyatakan bahwa upaya kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja meliputi komunikasi, informasi, dan pendidikan, serta pemberian layanan kesehatan reproduksi.
“Itu hanya persoalan kecil dalam pelayanan kesehatan reproduksi, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar,” ujarnya.
Yehuda mempertanyakan kualifikasi atau persyaratan pemberian alat kontrasepsi kepada para pelajar tersebut.
Kapan dikeluarkan, dalam kondisi apa atau siapa yang berhak mengeluarkan alat kontrasepsi tersebut?
“Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat mengenai urgensi penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan kelayakan teknis penyediaan alat kontrasepsi tersebut. Kami khawatir akan terjadi penyalahgunaan yang justru mendorong pelajar untuk terjerumus ke dalam perangkap pergaulan bebas,” ujarnya. dikatakan.
Politisi PKB ini menyarankan, upaya menjaga kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja sebaiknya menekankan pada upaya preventif dengan memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya pergaulan bebas.
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi dapat berkolaborasi untuk mengembangkan modul bersama sebagai referensi untuk memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya pergaulan bebas.
“Hal terpenting dalam menjaga kesehatan sistem reproduksi anak usia sekolah dan remaja adalah menjauhkan mereka dari pergaulan bebas, baik antar lawan jenis maupun sesama jenis.” kegiatan di luar sekolah harus diarahkan pada upaya tersebut,” ujarnya.
Penyediaan alat kontrasepsi
Seperti diketahui, pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja merupakan salah satu item dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. .
Pemberian kontrasepsi pada anak usia sekolah dan remaja merupakan bagian dari upaya kesehatan reproduksi sepanjang siklus hidup.
Penjelasan lebih lanjut mengenai kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja diatur dalam Pasal 103 Ayat 1 PP Nomor 28.
Berdasarkan ayat tersebut disebutkan bahwa upaya kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja berupa komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pemberian layanan kesehatan reproduksi.
Lebih lanjut penjelasan mengenai usia sekolah dan bentuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja diatur dalam Pasal 103 Ayat 4.
Berdasarkan ayat tersebut, salah satu bentuk pelayanan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah dan remaja adalah pemberian alat kontrasepsi. Hal ini disebutkan dalam Pasal 103 ayat 4 e.
Selain penyediaan alat kontrasepsi, deteksi dini dan konseling juga merupakan bagian dari layanan kesehatan reproduksi bagi usia sekolah dan remaja.
Berikut PP Nomor 28 Pasal 103 Ayat 4 Tahun 2024.
“(4) Pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit meliputi: (a) deteksi atau skrining dini, (b) pengobatan, (c) rehabilitasi, (d) konseling, dan (e) pemberian kontrasepsi; “,- demikian bunyi Pasal 103 Ayat 4 Tahun 2024 e PP Nomor 28, dikutip Kompas.com, Senin (5/8/2024).
Sementara itu, bentuk layanan konseling bagi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud pada angka 4 ayat tersebut, harus mempertimbangkan beberapa hal.
Antara lain dengan memperhatikan kerahasiaan dan privasi, serta dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konsultan dan/atau rekan kerja yang mempunyai kompetensi sesuai kewenangannya.