Penyandang Tuli di Indonesia Masih Hadapi Diskriminasi Gender Hingga Kekerasan Seksual

Laporan reporter Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perempuan tunarungu di Indonesia terus menghadapi tantangan mulai dari diskriminasi gender hingga kekerasan.

Berbicara oleh Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute pada pertemuan media dan pembukaan “FeminisThemis Academy”: FeminisThemis dan Unilever

“Teman-teman penyandang disabilitas sangat merasakan tantangan ini. Mereka sering menghadapi diskriminasi. ketidakadilan dan pembatasan berekspresi Akses informasi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain,” Halili di Jakarta Selatan Said, Rabu (29/05-2024).

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Khomnas Perempuan) melaporkan pada tahun 2023 akan terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas sensorik berjumlah 33 orang, termasuk seorang perempuan tunarungu.

Selain itu, Yayasan SAPDA melalui CATAHU Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) 2022 melaporkan 81 KBGD sepanjang tahun.

Jumlah penyintas terbanyak adalah perempuan tunarungu, yaitu 31 orang, disusul penyandang disabilitas mental sebanyak 22 orang.

Visi ini juga sejalan dengan salah satu pendiri Nissi Taruli Felicia. FeminisThemis juga.

Nissi melihat ada kecenderungan menyalahkan korban. dan masih banyak yang menyalahkan penyintas karena melaporkan kekerasan seksual. Sehingga para penyintas lainnya seringkali memilih bungkam

Kondisi tersebut pula yang mendorong Nissi Taruli Felicia dan kawan-kawan untuk membentuk komunitas. FeminisThemis pada tahun 2021

Komunitas ini memiliki misi untuk menciptakan komunitas feminis yang inklusif dan mendidik bagi para tunarungu. Sehingga mereka bisa melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kesetaraan gender.

Di sisi lain, dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila, komunitas FeminisThemis meluncurkan “FeministThemis Academy 2024.

Merupakan program edukasi tentang kekerasan seksual dan kesetaraan gender. Terutama di dunia tunarungu. Didukung penuh oleh Komite Nasional Penyandang Disabilitas Republik Indonesia. dan Unilever Indonesia

“FeministThemis Academy 2024” akan diadakan pada bulan Juni-September dalam format hybrid.

Ditutup karena Hari Bahasa Isyarat Internasional. Itu jatuh pada tanggal 23 September setiap tahunnya.

Program ini terdiri dari serangkaian kegiatan: Pelatihan pelatih bagi fasilitator tunarungu. Workshop offline di 3 kota (Bandung, Malang dan Yogyakarta) dan rangkaian webinar.

Project Manager FeminisThemis Rifka Dyah Safitri menjelaskan hal tersebut dalam workshop offline yang menghadirkan berbagai media.

Seperti mengenalkan anatomi tubuh dan organ reproduksi. Pengantar Pubertas; Hak-hak dasar kesehatan seksual dan reproduksi Pentingnya persetujuan dan hak atas batasan fisik

Ada juga konten mengenai risiko di ruang digital terkait persetujuan.

Termasuk First Psychological Content (PFA) untuk membantu pemulihan beban atau trauma yang mungkin dirasakan perempuan tunarungu.

Sementara itu dalam webinar, konten yang disajikan adalah tentang perlindungan data pribadi di ruang digital. Mitos dan fakta di dunia digital tentang hak kesehatan seksual dan masih banyak lagi.

Proyek ini diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak fasilitator Tunarungu yang dapat memfasilitasi lebih banyak isu hak-hak seksual dan reproduksi di komunitas Tunarungu.

Setidaknya 300 teman tunarungu juga merasakan manfaat dari hal ini.

Menjangkau 10.000 orang di media sosial untuk meningkatkan pemahaman tentang kekerasan berbasis gender dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi pada komunitas tunarungu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *