Penyakit Akibat Polusi Udara Bebani BPJS Kesehatan hingga Rp13 Triliun

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengobatan penyakit pernafasan akibat polusi udara merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Sosial (BPJS) triliunan rupee.

Fakta tersebut terungkap dalam seminar bertajuk “Implementasi dampak kesehatan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar di Indonesia” di Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (RCCC-UI). (BBM) standar EURO 4/6. Kantor Kementerian/Lembaga (K/L), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Jakarta (15/7).

Pada tahun 2023, penyakit pernafasan akan menjadi salah satu dari 10 biaya medis terbesar yang dilaporkan oleh BPGS Kesehatan, kata Edin Fitria, asisten wakil presiden manajemen pemanfaatan BPGS Kesehatan. Biaya ini mencakup rawat inap dan rawat jalan.

“Ada 1,1 juta kasus penyakit pernafasan yang rawat jalan. Total pembiayaannya Rp 431 miliar. Kalau penyakit pernafasan cukup rawat inap, yaitu Rp 1,7 triliun cukup untuk mengobati 13,3 juta kasus,” kata Edin. “

Statistik Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menunjukkan peningkatan secara nasional, lanjut Adian.

Berdasarkan catatan kasus rawat jalan di fasilitas kesehatan primer (FKTP) seperti puskesmas dan klinik, terdapat 3,5 juta orang yang mengidap ISPA, meningkat 10,4% dibandingkan tahun 2022.

Data BPJS kesehatan dari Unit Pelayanan Rujukan Lanjutan (FKRTL) mencatat adanya peningkatan kasus di seluruh Tanah Air, terutama pascapandemi Covid-19. Berdasarkan statistik rawat jalan, rata-rata biaya sebelum wabah adalah Rp32,9 miliar dengan 159.251 kasus.

Sementara itu, setelah epidemi berakhir, jumlahnya meningkat menjadi Rp45,2 miliar dengan total kasus mencapai 210.291 kasus.

Selain itu, Jakarta memiliki data korban ISPA tahun 2023 lebih banyak dibandingkan Bandung dan Surabaya.

Berdasarkan data FKRTL dan kasus ISPA di tiga kota tersebut, jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap di Jakarta bisa mencapai Rp4,7 miliar (19.254 kasus) dan Rp16,1 miliar (4.858 kasus).

Dia menyebutkan, kerugian sebesar Rp1 miliar pada 4.186 kasus di Bandung dan Rp3,9 miliar pada 915 kasus.

Sedangkan Surabaya sebanyak 7.225 kasus senilai Rp6,7 miliar dan 2.182 kasus senilai Rp1,5 miliar.

“Dibandingkan dengan data tingkat polusi udara, data kami menunjukkan peningkatan pengobatan di antara peserta NHS akibat ISPA. “Kami mengambil ISPA karena, dalam jangka pendek, polutan ini meningkatkan risiko penyakit pernapasan. jelas Edin.

Farida Sebuya, Ketua Kelompok Kerja Analisis Data Pusdatin Kementerian Kesehatan, mengatakan data Kementerian Kesehatan juga menunjukkan adanya peningkatan korban ISPA pada tahun 2022 dan 2023.

Namun, ia mengingatkan bahwa penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk menemukan hubungan antara polusi udara dan penyakit pernapasan.

Direktur RCCC-UI Buddy Harianto mengatakan timnya sedang melakukan analisis literatur terhadap 5.600 penelitian dari seluruh dunia mengenai hubungan polusi udara dan penyakit pernapasan.

Ia berharap hasil kajian dan hasil lokakarya ini dapat menjadi batu loncatan bagi berbagai kementerian/lembaga untuk bersama-sama memahami permasalahan penyakit pernafasan.

“Dengan data-data yang bisa digabungkan ini nantinya kita bisa membuat model prediksi,” kata Budi, “misalnya seberapa besar persentase penyakit akibat polusi udara akan meningkat ketika konsentrasi partikulat (PM) meningkat sebesar 2,5.”

Menurutnya, RCCC-UI telah melakukan upaya awal terhadap model tersebut pada tahun 2022 bekerja sama dengan Bipanas.

Rachmat Kimuddin, Wakil Menteri Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan Jakarta adalah kawasan yang mendesak untuk mengendalikan polusi udara. Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia dan penelitiannya relatif lengkap.

“Kalau dibiarkan saja, kalau tidak kita intervensi, daerah lain juga akan mengalami nasib yang sama,” kata Rahmat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *