Laporan Reporter Tribunnews, Choirul Arifin TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rendahnya kesadaran akan deteksi dini turut menyumbang tingginya angka kematian akibat kanker payudara.
Survei Penyakit Tidak Menular (PTM) tahun 2016 menemukan bahwa 53,7 persen perempuan Indonesia belum pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri atau disingkat SADARI.
Ini adalah salah satu metode termudah untuk mendeteksi benjolan dan kelainan yang menandakan gejala awal kanker payudara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2022, 2,3 juta wanita di seluruh dunia akan terkena kanker payudara, dan angka kematiannya mencapai 670.000 kasus.
Sedangkan GLOBOCAN 2022 mencatat kanker payudara menjadi kanker terbanyak pada perempuan Indonesia dengan 66.271 kasus atau 30,1 persen, dengan angka kematian 22.598 atau 9,3 persen.
Jumlah tersebut menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker paling mematikan di Indonesia.
“Orang Indonesia tidak mau tahu, takut kalau lulus ujian (kedokteran) ketahuan,” komentar Prof. Dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM, dokter spesialis kanker dari RS Kanker Dharmais. rendahnya kesadaran akan deteksi dini kanker payudara melalui pemeriksaan payudara sendiri. Menurut Profesor Noor, situasi ini menjelaskan tingkat kematian akibat kanker yang lebih tinggi secara umum di negara miskin dan berkembang dibandingkan negara maju.
Jumlah kasus kanker di negara maju, termasuk kanker payudara, umumnya lebih tinggi dibandingkan di negara berkembang.
Sebaliknya, angka kematian justru lebih rendah karena biasanya terdeteksi pada tahap awal, sehingga tingkat keberhasilan terapi lebih tinggi.
Di negara-negara maju, praktik deteksi dini di kalangan masyarakat sudah dipahami dengan baik dan populer. “Kalau di kita, pasiennya sudah besar dan luka-luka, sudah stadium 4, masih dirawat dulu di paranormal, baru ke dokter,” kata dokter yang juga pengajar di bagian hematologi dan kedokteran. onkologi, Dr. Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Menurut Prof. Noor masih perlu banyak diedukasi tentang pentingnya melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
Dibandingkan metode deteksi dini kanker payudara lainnya, pemeriksaan payudara sendiri merupakan metode yang paling sederhana dan dapat dilakukan tanpa memandang masa pubertas, minimal sebulan sekali setelah menstruasi, antara hari ke 7 hingga 10 siklus menstruasi. Beberapa gejala awal kanker payudara yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan payudara sendiri, seperti dijelaskan Profesor Noor, antara lain sebagai berikut: 1. Muncul benjolan Salah satu gejala awal kanker payudara yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan payudara sendiri . ada benjolan atau tumor.
Menurut Profesor Noor, sekitar 80 persen benjolan dapat dideteksi melalui pemeriksaan payudara sendiri.
Benjolan yang merupakan gejala kanker payudara mungkin terasa sakit atau tidak. Sekecil apapun benjolan tersebut, Anda harus mewaspadai benjolan yang tidak boleh berada di payudara. “Benjolan kecil itu kita rasakan, ukurannya 1 cm, jumlah sel kankernya sudah mencapai 10 pangkat 9, sudah satu miliar sel. Jadi jangan ditunda-tunda lagi,” kata Prof Noor. 2. Puting tertarik. Gejala lain yang harus diwaspadai adalah inverted putting atau puting terbalik. Meski tidak disertai benjolan, tetap harus diwaspadai. puting, apalagi jika perubahannya terjadi secara tiba-tiba.
Puting susu yang tiba-tiba tertarik ke dalam mungkin menandakan adanya sel kanker pada jaringan di belakang puting sehingga menyebabkan kulit tertarik. 3. Keluarnya cairan dari puting Profesor Noor menjelaskan, gejala awal kanker payudara juga bisa ditandai dengan keluarnya cairan dari puting susu saat seorang wanita tidak sedang menyusui.
Cairan yang dimaksud mungkin berupa cairan bening atau bercak darah. “Apa pun yang keluar dari puting ibu yang belum atau belum menyusui adalah hal yang tidak normal,” kata Profesor Noor. 4. Perubahan pada kulit payudara Setiap perubahan yang tampak pada permukaan payudara bisa menjadi tanda awal kanker payudara.
Salah satu hal yang sering terabaikan adalah teksturnya yang keriput, seperti kulit jeruk, yang bisa terjadi tanpa adanya tumor atau bula.
Meskipun kulit yang melengkung ke dalam lebih jarang terjadi, hal ini juga patut dicurigai sebagai gejala awal kanker payudara. Selain itu, payudara yang keras pada ibu hamil dan menyusui terkadang menutupi gejala kanker sehingga sering kali diabaikan. Jika disertai dengan perubahan warna kulit menjadi kemerahan, sebaiknya diperiksakan. “Sering kali dikira ASI, padahal itu kanker,” jelas Profesor Noor. 5. Perubahan bentuk payudara yang tidak simetris antara kiri dan kanan umumnya tidak berbahaya, banyak wanita yang mengalaminya.
Namun bila Anda melihat adanya perubahan bentuk dan ukuran yang tidak sesuai, maka sebaiknya Anda menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Bagaimana melakukan pemeriksaan payudara sendiri
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan payudara sendiri: 1. Lakukan sebulan sekali, setelah haid, pada hari ke 7 sampai ke 10 dari hari pertama haid.
2. Lakukan terlebih dahulu dengan posisi tegak, lalu condongkan bahu ke depan hingga dada menggantung.
3. Gunakan 3 ujung jari secara bersamaan, bukan telapak tangan
4. Sentuh dan pijat area payudara hingga ketiak, lalu remas/cubit puting untuk melihat apakah ada cairan di dalamnya.
5. Ulangi lagi dengan posisi berbaring, dengan bantal di bawah bahu. Pemeriksaan klinis Selain pemeriksaan payudara sendiri, deteksi dini kanker payudara juga dilakukan melalui pemeriksaan klinis atau sadanis payudara oleh tenaga medis.
Pada usia 35 tahun ke atas, dianjurkan untuk melakukan Sadani minimal setahun sekali, meskipun tidak ada masalah, atau lebih sering jika terdapat temuan yang mencurigakan saat pemeriksaan payudara sendiri. Ada beberapa metode atau alat yang dapat digunakan oleh para profesional kesehatan saat melakukan screening atau pemeriksaan kanker payudara. Setiap alat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 1. Mamografi Saat ini, mamografi merupakan modalitas standar yang digunakan untuk skrining kanker payudara. Alat ini menggunakan teknologi x-ray dan dapat mendeteksi mikrokalsifikasi secara lebih detail yang sulit dilihat hanya dengan USG payudara.
Namun, mamografi umumnya tidak dianjurkan untuk orang berusia 35 tahun ke bawah ketika jaringan payudara masih relatif padat.
Pemeriksaan mamografi pada usia muda dilakukan hanya atas izin dokter. 2. USG payudara Dibandingkan dengan mamografi, USG (USG) lebih mudah diakses karena tersedia di lebih banyak tempat. Cara ini paling ideal untuk segala usia, termasuk remaja, ketika jaringan payudara masih relatif padat dan kurang cocok untuk mamografi. 3. MRI Payudara Magnetic Resonance Imaging (MRI) memungkinkan pemeriksaan lebih detail. Metode ini dapat digunakan pada kasus-kasus kompleks yang tidak dapat diselesaikan dengan mamografi atau USG. Faktor Risiko dan Pencegahan Secara umum diketahui bahwa ada dua kelompok faktor risiko kanker payudara, yaitu faktor risiko yang dapat dihindari dan faktor risiko yang tidak dapat dihindari. Faktor risiko yang tidak dapat dihindari antara lain: 1. Jenis kelamin. Dibandingkan pria, wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara
2. Paparan hormon estrogen. Menopause setelah usia 54 tahun atau lebih awal menstruasi berarti seorang wanita terpapar hormon estrogen lebih lama sehingga risikonya meningkat. Sedangkan faktor risiko yang dapat dicegah antara lain pola hidup dan pola makan yang tidak sehat.
Makanan dan minuman tinggi gula atau lemak harus dibatasi untuk mengurangi risiko kanker payudara, begitu pula paparan asap rokok dan senyawa karsinogenik lainnya.
Selain itu, rutin berolahraga juga dapat menurunkan risikonya. “Makanlah lima sayur dan buah setiap hari. “Berolahragalah lima kali seminggu,” saran Profesor Noor. Tak kalah penting, hidup seimbang juga bisa mencegah risiko kanker payudara.
Mengurangi stres dengan sering berlibur penting dilakukan agar sistem kekebalan tubuh tetap berfungsi sebagaimana mestinya. “Pasien saya banyak yang datang setelah perceraian, setelah rumahnya terbakar, setelah usahanya gagal, dan sebagainya. Makanya faktor stres juga berpengaruh,” kata Prof Noor.