Pengobatan Resistensi AMR Mahal dan Sulit, Masyarakat Diimbau Bijak Konsumsi Antibiotik

Dilansir reporter Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Masyarakat diimbau berhati-hati dalam menggunakan antibiotik.

Hal ini sebagai upaya mencegah risiko infeksi antimikroba (resistensi antimikroba/AMR).

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengatakan resistensi terhadap AMR mengakibatkan kesulitan dalam pengobatan dan perawatan pasien.

Penggunaan antibiotik yang sembarangan menyebabkan munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.

Kedua bakteri ini dapat menyebabkan kematian dan menyerang seluruh sistem organ tubuh manusia, kata Azhar, menulis di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Dari laporan rumah sakit yang diterima Kementerian Kesehatan, penanganan pasien infeksi resisten antimikroba memerlukan upaya yang tidak sedikit. Pasalnya, bakteri yang resisten terhadap antibiotik mempengaruhi perawatan pasien.

“Pengobatan pasien infeksi EMR sangat sulit karena banyak faktor. Hal pertama adalah pilihan obatnya terbatas. Direktur Jenderal Azhar Jaya mengatakan, “Obat yang efektif untuk pasien EMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen mungkin menjadi kebal terhadap antibiotik yang ada.

Kedua, diagnosisnya lambat. 

Tes kultur dan tes sensitivitas diperlukan untuk memastikan diagnosis pada pasien dengan infeksi kronis, dimana tes ini memerlukan waktu, sehingga memperlambat pengobatan yang tepat. Kemudian, untuk meningkatkan kinerja laboratorium diperlukan komitmen dari pimpinan rumah sakit.

Faktor ketiga terkait dengan efek samping. Pengobatan resistensi antimikroba seringkali memerlukan antibiotik dengan risiko efek samping atau toksisitas yang serius.

Keempat, penyebaran infeksi AMR. Infeksi yang resistan terhadap antimikroba dapat menyebar dengan cepat, terutama di rumah sakit, sehingga memerlukan tindakan pengendalian infeksi yang ketat.

Kelima, biaya tinggi. Karena pengobatan AMR memakan waktu lama (lama tinggal/kehilangan) sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggunya menurun, serta pasien dan beban jaminan kesehatan,” lanjut Azhar. “Gunakan antibiotik dengan bijak

Saran bagi masyarakat mengenai penggunaan antibiotik adalah sebagai berikut.

Gunakan antibiotik hanya jika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan lama pengobatan.

B. Jangan menggunakan antibiotik yang dijual bebas atau sisa pengobatan sebelumnya.

C. Jika dokter Anda meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.

D. Jika Anda memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan pada hewan juga digunakan dengan bijak. Sebab resistensi bisa terjadi antara hewan dan manusia.

E. Untuk menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan kebersihan yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Dapatkan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang mungkin memerlukan antibiotik jika terjadi.

F. Diskusikan kekhawatiran Anda dengan profesional medis tentang penggunaan antibiotik serta manfaat dan risikonya. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu Anda memahami keputusan pengobatan Anda.

“Upayanya adalah dengan meningkatkan kapasitas dokter dalam penatalaksanaan penyakit menular serta menerapkan standar pelayanan dan pedoman praktik klinis dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.”

Pemantauan pemberian antibiotik diperlukan melalui rekam medis elektronik (RME) yang digunakan oleh tenaga medis, serta kewajiban melaporkan penggunaan dan alasan cadangan antibiotik pada pasien.

“Praktisi kesehatan selain dokter tidak boleh meresepkan, kecuali ada kewenangan tambahan dari menteri atau peraturan perundang-undangan,” kata Azhar Jaya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *