Penyakit ginjal memerlukan biaya pengobatan yang mahal. Deteksi dini dan pengenalan risiko sangat penting untuk pengobatan yang efektif.
William Jonatta/Tribunnews.com
TRIBUUNNEWS.COM – Ginjal memiliki fungsi penting dalam tubuh. Kondisi tersebut perlu dijaga untuk menunjang kesehatan fisik.
Seperti yang Anda ketahui, fungsi utama ginjal adalah menyaring produk limbah yang ada di dalam tubuh.
Ketika ginjal rusak secara struktural atau fungsional, fungsi ginjal menurun. Kondisi ini menandakan penyakit ginjal kronis.
Penyakit ginjal kronis ditandai dengan kondisi yang memburuk atau memburuk seiring berjalannya waktu meskipun sudah diobati.
Jika tidak diobati, penyakit ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Namun masalahnya seringkali tidak ada gejala pada tahap awal penyakit ini.
Orang sering merasakan sakit pada stadium lanjut. Yaitu tahap 4 atau tahap 5.
Pada tahap ini, pasien membutuhkan cuci darah atau transplantasi ginjal yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Biaya pengobatan penyakit ini mahal. Penelitian yang dipublikasikan oleh Clinical Economics and Outcomes Research menunjukkan bahwa pendanaan penyakit ginjal kronis merupakan sumber pendanaan tertinggi kedua di BPJS Kesehatan.
Dengan kata lain anggarannya kurang lebih Rp 1,9 triliun. Menurut situs Kementerian Kesehatan, Kesehatan Nigeria
Sedangkan penelitian di 6 rumah sakit di Indonesia selama 14 bulan (Oktober 2019 – Desember 2020) dengan 582 sampel menunjukkan bahwa biaya pengobatan penyakit ginjal kronik berkisar antara Rp 840.132.546 untuk cuci darah, Rp 423.156.000 untuk layanan intensif Rp.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, penyakit ginjal kronis yang terdiagnosis dokter adalah 0,18% pada penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Di seluruh dunia, penyakit ginjal kronis kini menjadi penyebab kematian ketiga dengan pertumbuhan tercepat di dunia, menurut laporan International Society of Nephrology. Dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian nomor lima di dunia pada tahun 2040.
Data Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) dalam laporan Global Burden of Disease (GBD) tahun 2019 menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronis termasuk dalam 10 penyakit dengan angka kematian tertinggi di Indonesia.
Penyakit ini membunuh lebih dari 42.000 orang setiap tahunnya dan terus menyebar di Indonesia. Lebih dari 700.000 orang telah terinfeksi penyakit ini.
Penyakit ginjal kronis juga mahal untuk diobati. Menurut sebuah penelitian di negara-negara Asia yang diterbitkan di SpringerLink.
Biaya rata-rata pengobatan per pasien per tahun adalah $23,358. dan $4,977 untuk dialisis. Untuk menyembuhkan penyakitnya
Penyakit ini tidak mempunyai gejala yang berarti pada tahap awal penyakitnya (silent disease).
Jika dibiarkan tanpa pengobatan yang tepat, dampaknya bisa sangat negatif bagi pasien, keluarga, dan negara terkait diabetes dan gagal jantung.
Sebuah penelitian dalam Journal of Cardiorenal Medicine menunjukkan bahwa sekitar 25% – 40% pasien gagal jantung menderita diabetes mellitus (DM), dan sekitar 40% – 50% pasien gagal jantung menderita penyakit ginjal kronis (DM).
Baik DM maupun CKD berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung (HF).
Selain itu, 40% pasien DM mengalami gagal ginjal kronis, menjadikan DM sebagai penyebab utama gagal ginjal di seluruh dunia.
Hingga 16% pasien gagal jantung menggunakan aplikasi kesehatan digital untuk menangani penyakit ginjal kronis dengan tiga penyakit penyerta yang terkait dengan peningkatan risiko masuk rumah sakit dan kematian. (Berita Tribun)
“Sebagai perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada sistem kardiovaskular, ginjal, dan metabolisme, AstraZeneca berkomitmen untuk mendorong diagnosis dan intervensi dini untuk membantu mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ini. Hal ini karena beban penyakit meningkat seiring berjalannya waktu, bertepatan dengan diabetes.” dan gagal jantung,” kata Isra Erkomai, Presiden AstraZeneca Indonesia.
Lebih lanjut Isra menjelaskan cara penanganan penyakit ini sejak awal. Ini termasuk diagnosis melalui pengobatan. Termasuk perubahan gaya hidup sangatlah penting.
Oleh karena itu, AstraZeneca berkolaborasi dengan Good Doctor untuk menangani penyakit ginjal kronis melalui aplikasi kesehatan digital.
Kemitraan antara Good Doctor dan AstraZeneca diharapkan dapat memfasilitasi hal tersebut. Dan mendorong masyarakat Indonesia lainnya untuk melakukan pemeriksaan penyakit ginjal kronis.
Oleh karena itu, deteksi dini bisa dilakukan. Ini akan membantu meningkatkan efektivitas pengobatan.
Iga Bonar Bastari, Wakil Presiden Operasi Medis, PT Good Doctor Technologies, mengatakan, “Sebagai penyedia layanan kesehatan terintegrasi yang berbasis teknologi, kami menyambut baik kepercayaan AstraZeneca terhadap solusi digital untuk penyakit ginjal kronis.
“Mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Kita awali dengan memberikan link, ‘Ayo periksa risiko penyakit ginjalmu’,” lanjutnya.
Tautan tersebut memiliki beberapa pertanyaan yang harus diisi pasien. Dari respon pasien, dokter dapat menentukan risikonya. Hal ini karena serangkaian pertanyaan yang baik dapat memberikan diagnosis yang akurat.
Langkah ini merupakan penemuan awal. Hal ini sangat perlu dilakukan karena penyakit ginjal kronis merupakan silent disease. Artinya, pada tahap awal tidak ada gejala, namun sudah ada kemajuan.
Setelah itu, dokter akan merekomendasikan pengobatan yang sesuai dengan kondisi pasien baik dari segi obat maupun gaya hidup.
Kemitraan ini juga menambah bukti manfaat layanan telemedis terhadap penyakit kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan.
The Good Doctor melakukan penelitian tentang manfaat layanan telemedis untuk penyakit kronis. Ini memulai studi percontohan untuk mendukung penggunaan telemedis dalam pengobatan diabetes. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap.
Fase 1 (Kualitatif) melibatkan 15 responden (usia 45-70) yang dibagi dalam tiga Focus Group Discussion (FGD) melalui Google Mate dan Microsoft Teams, yang akan dilakukan pada Fase 2 pada bulan Desember 2020. (Kuantitatif) Observasi responden berlangsung hingga ke tiga. Bulan (melacak kadar gula darah)
Hasil penelitian Tahap 1 menunjukkan bahwa tindak lanjut diabetes melalui aplikasi Good Doctor diterima dengan baik oleh responden.
Platform ini mampu mendukung pemantauan kondisi pasien diabetes, terutama mengikuti perkembangan kondisi kesehatannya.
Hasil studi Fase 2 menemukan bahwa kelompok yang menggunakan aplikasi Good Doctor mengalami penurunan kadar gula darah secara menyeluruh pada akhir tiga bulan masa tindak lanjut.