Wartawan TribuneNews24.com, Eko Sutriyant melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Memanfaatkan saluran digital untuk mengedukasi Generasi Z tentang dunia asuransi sejak dini dinilai lebih mudah.
Yurita Puzzi, akademisi dan pelaku industri asuransi, mengatakan setidaknya ada delapan cara untuk mendorong penetrasi asuransi di kalangan Generasi Z.
Pertama pendekatan digital, erat kaitannya dengan gadget dan media sosial, sehingga akses informasi terkait asuransi harus dilakukan melalui jalur digital, ujarnya pada Indonesia Insurance Summit 2024 di Bali, dikutip di Jakarta, Jumat. . . 23 Agustus 2024).
Kedelapan pendekatan tersebut adalah:
Pertama, pendekatan digital. Generasi Z sangat erat kaitannya dengan gadget dan media sosial sehingga perlu mengakses informasi asuransi melalui saluran digital.
Kedua, transparansi merupakan isu utama dalam industri asuransi, karena sejarah negatif dan pengalaman buruk nasabah seringkali menimbulkan skeptisisme masyarakat terhadap produk asuransi.
“Hal ini didukung oleh data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan meskipun banyak masyarakat yang mengetahui dan memahami asuransi, namun masih enggan untuk membeli produk ini,” ujarnya.
Ketiga, menyesuaikan produk asuransi sesuai kebutuhan individu dan keempat, membayar premi asuransi.
Gaya hidup dan kebutuhan sosial Generasi Z berbeda dengan generasi sebelumnya, sehingga produk asuransi harus beradaptasi dengan kondisi pasar yang dinamis.
“Misalnya pada produk asuransi penyakit kritis, pembeli dapat memilih jenis penyakit yang akan ditanggung dengan premi yang lebih rendah. Produk ini memberikan solusi bagi mereka yang tidak mampu menanggung risiko penyakit kritis secara penuh atau tidak mampu membayar asuransi jiwa.” Dia berkata.
Kelima, tanggung jawab sosial perusahaan asuransi juga merupakan isu penting. Generasi Z cenderung memilih produk dari perusahaan yang kontribusi jaminan sosialnya sepadan dengan nilainya.
“Misalnya, perusahaan asuransi dapat mengikuti pendidikan kesehatan gratis sebagai bagian dari strategi sosialnya,” ujarnya.
Keenam, skeptisisme dan kurangnya pemahaman terhadap bahasa politik yang seringkali ambigu. “Gen Z yang kritis mencoba memahami detail kebijakan dan meminta klarifikasi lebih lanjut untuk menghindari kesalahpahaman,” ujarnya.
Ketujuh, pengaruh teman sebaya dan ulasan positif.
“Pengalaman nyata nasabah lain menjadi bagian penting dari literatur yang membangun kepercayaan terhadap asuransi baik melalui ulasan positif maupun negatif,” ujarnya.
Terakhir, terdapat minat untuk melakukan inovasi model bisnis dan produk asuransi baru.
Untuk menarik minat pasar terhadap Eurita Puzzi di Edinburgh, Inggris, aspek seperti kepribadian dan kapabilitas perlu ditingkatkan. Pentingnya peningkatan modal sosial dalam asuransi dapat meningkatkan literasi asuransi.
“Khususnya untuk mencapai Indonesia emas, khususnya mempersiapkan Generasi Z mencapai kesejahteraan,” tuturnya.