Pengamat Tak Setuju Wacana Subsidi KRL Berbasis NIK, Beberkan Dampaknya

TRIBUNNEWS.COM – Analis kebijakan transportasi Azas Tigor Nainggolan bereaksi terhadap wacana penerapan sistem subsidi tiket KRL Jabodetabek berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK).

Surat tersebut diketahui tertulis dalam Catatan Keuangan Buku II beserta rancangan APBN TA 2025.

Alasan dilaksanakannya rencana kebijakan ini adalah untuk memberikan dukungan kepada masyarakat yang tepat, dalam hal ini hanya masyarakat miskin atau fakir miskin.

Menurut Tigor, kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip misi mengubah pengguna mobil pribadi menjadi pengguna angkutan umum massal di Jakarta.

Sebab, sumber pengguna mobil pribadi adalah orang-orang kaya yang bisa membeli atau memiliki mobil atau sepeda motor pribadi yang terdaftar di data NIK-nya, kata Tigor dalam keterangannya, Selasa (3/9/2024). 

Tigor berpendapat, dukungan angkutan umum harus menjadi insentif bagi pengguna angkutan umum, apapun status ekonominya.

Ketika subsidi hanya diberikan kepada kelompok tertentu, maka dampaknya justru akan semakin besar dan semakin besar terhadap kemacetan lalu lintas akibat banyaknya kendaraan pribadi. 

Tigor menegaskan, mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena menggunakan jasa angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas dengan meninggalkan mobil pribadi di rumah.   

“Padahal sebagai pengguna jasa angkutan umum berhak mendapatkan dukungan sebagai insentif,” ujarnya. 

“Mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena mereka menggunakan jasa angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas dengan meninggalkan mobil pribadinya di rumah,” lanjut Tigor. 

Tigor juga menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta tidak menerapkan kebijakan dukungan KRL berbasis NIK. 

Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya tidak menerapkan subsidi berbasis NIK bagi pengguna angkutan umum massal KRL Jabodetabek, ujarnya. 

Lanjutnya, “Mengurangi atau membatasi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan meningkatkan jumlah pengguna angkutan umum massal di Jakarta. Hasilnya, kita bisa mengurangi dan mengatasi kemacetan lalu lintas di kota Jakarta.” 

Pidato ini ditolak oleh beberapa kelompok. 

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komite V DPR RI Sigit Sosiantomo pun meminta pemerintah menunda dan mempertimbangkan kembali penerapan KRL subsidi NIK pada tahun 2025.

Sigit mengatakan rencana itu mendapat penolakan dari masyarakat pengguna KRL.

Selain itu, penerapan subsidi KRL berbasis NIK juga bersifat diskriminatif dan tidak promanusia.

“PSO atau KRL ini diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian untuk menjamin tarif yang wajar bagi masyarakat,” ujarnya, Senin (2/9/2024) di Jakarta.

Menurut dia, sebagai bentuk pelayanan publik, pemberian subsidi KRL juga harus mengedepankan prinsip kesetaraan.

“Jika subsidi diterapkan berdasarkan NIK, berarti telah terjadi tindakan diskriminatif dalam pemberian pelayanan publik,” kata Sigit.

Selain diskriminatif, Sigit juga menilai rencana pemerintah menerapkan subsidi KRL berbasis NIK sebagai kebijakan yang tidak berpihak pada kemanusiaan.

Sigit mengatakan, sistem penyampaian PSO yang baru justru berisiko menambah beban ekonomi pengguna KRL yang tidak memiliki akses subsidi.

Diketahui, pemerintah berencana mengubah sistem pendukung KRL Commuterline Jabodetabek menjadi sistem berbasis NIK. 

Pemerintah mengklaim hal itu dilakukan agar subsidi tersalurkan dengan baik dan sesuai tujuan.

Surat penyaluran subsidi KRL berbasis NIK ini tertuang dalam Buku II Nota Fiskal bersamaan dengan usulan APBN TA 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran dukungan Public Service Obligation (SPO) sebesar Rp7,96 triliun dalam RAPBN 2025.

Meski demikian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjamin harga KRL Jabodetabek tidak akan mengalami kenaikan dalam waktu dekat.

Begitu pula dengan penerapan tiket KRL berbasis NIK yang belum akan diterapkan dalam waktu dekat.

Hal ini menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan harga tiket KRL yang dibarengi dengan perubahan sistem pendukung tiket KRL Jabodetabek menjadi sistem NIK.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan memastikan tidak ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat. 

“Dalam hal ini, sistem penetapan harga KRL Jabodetabek berdasarkan NIK tidak akan serta merta diterapkan,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasl dalam keterangan tertulis Kementerian Perhubungan, Kamis (29/08/2024).

(Tribunnews.com/Milani Resti/Denny Destryawan) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *