Laporan reporter Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan semua orang kaget dengan pengunduran diri Airlangga Hartarto dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar.
Saya kira semua kaget dengan pengunduran diri Airlangga yang muncul begitu tiba-tiba dan mendadak, kata Adi kepada Tribunnews.com, Minggu (8/11/2024).
Apalagi, sejauh ini isu penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) belum membuahkan hasil.
Sebab, Airlangga mendapat dukungan kuat dari Golkar sehingga rencananya munas akan digelar pada Desember 2024.
Adi menjelaskan, pengunduran diri Airlangga mengundang pertanyaan masyarakat.
Apalagi, Airlangga dinilai sebagai Ketua Umum Golkar yang berhasil mendongkrak perolehan suara partai tersebut pada pemilihan umum (Pileg) 2024.
Namun, kata Adi, Ketua Umum Golkar seringkali lahir dalam keadaan yang tidak biasa.
Ia mencontohkan saat Setya Novanto menjadi Ketua Umum Golkar di tengah konflik internal kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
Termasuk misalnya Pak Airlangga menjadi Ketum Golkar, dalam keadaan Ketua Golkar Setnov saat itu sedang menghadapi tuntutan hukum, kata Adi.
Bahkan, pada tahun 2004, Golkar yang dipimpin Akbar Tanjung berhasil tampil sebagai partai pemenang pemilu parlemen, namun digantikan oleh Jusuf Kalla.
Jadi situasi seperti ini memang membuat pergantian Ketua Umum Golkar selalu diikuti dengan situasi yang sungguh tidak biasa dan tidak tepat, jelas Adi.
Adi menilai mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar menegaskan adanya kekuatan luar biasa di luar kendalinya.
Pengunduran diri Pak Airlangga tentu menegaskan adanya kekuatan yang luar biasa tanpa Airlangga Hartarto sebagai Ketum Golkar, tanpa Pak Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perekonomian, ujarnya.
Sebab, kata dia, posisi Airlangga sebagai Ketua Umum Partai dan Menteri Keuangan sudah pasti kuat.