Pengamat Nilai Salah Kaprah Wacana Subsidi KRL di Jabodetabek Berdasar NIK

TRIBUNNEWS.COM – Inspektur Perhubungan Azas Tigor Naingolan mengkritik pernyataan penerapan anggaran pelayanan kereta listrik (KRL) berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Jabodetabek.

Menurut Tigor, masih ada persoalan besar bagi Kota Jakarta saat ini karena tingginya penggunaan kendaraan bermotor.

Tingginya penggunaan mobil pribadi di Jakarta disebabkan terbatasnya akses terhadap layanan angkutan umum.

Perkiraan kerugian akibat gangguan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya hingga saat ini setidaknya Rp 180 triliun per tahun, kata Tigor kepada Tribunnews, Minggu (10/09/2024).

Tigor mengatakan penyakit hebat ini sudah terjadi di Jakarta selama lebih dari 10 tahun.

Alasan dibicarakannya pembayaran dana KRL berdasarkan NIK agar dana tersebut diberikan kepada orang yang tepat, dalam hal ini masyarakat miskin atau membutuhkan.

“Data di NIK mengungkap sifat kepemilikan NIK.” Melalui NIK, seseorang dapat membaca siapa dan bagaimana keadaan ekonomi atau kehidupan pemilik NIK tersebut.

Artinya kalau punya NIC bisa bayar, kalau pakai KRL harus bayar biayanya tanpa uang tunai, katanya.

Penerapan dana jasa angkutan KRL Jabodetabek pada NIK, kata Tigor, sangat berbeda dengan tujuan proyek perpindahan pengguna mobil pribadi ke pengguna jasa angkutan umum di Jakarta.

“Karena kelompok pengguna mobil pribadi adalah orang-orang berkecukupan yang tercantum dalam NIC-nya dan diharapkan mampu membeli mobil atau motor pribadi, sehingga dianggap tidak berhak memiliki rekening bank.

“Tentunya ketika mereka menggunakan jasa angkutan umum, mereka berhak memberikan uang tunai sebagai insentif karena ingin menitipkan mobil dan sepeda motornya di rumah,” jelasnya.

Oleh karena itu, Tigor meyakini pemerintah tidak akan menerapkan subsidi berbasis NIK bagi pengguna jasa angkutan umum KRL Jabodetabek.

“Untuk mengurangi atau mengurangi penggunaan mobil pribadi dan meningkatkan jumlah pengguna jasa transportasi umum di Jakarta.

“Hasilnya kita bisa mengurangi dan mengatasi permasalahan lalu lintas di Kota Jakarta,” ujarnya. Jawab DPR

Sementara itu, Anggota DPR Eddie Soparno menyatakan perlunya dukungan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan menambah jumlah angkutan umum di Jakarta dan sekitarnya.

Sekjen PAN mengingatkan, dalam 3 tahun terakhir, Jakarta, Tangsel, dan kota-kota sekitarnya selalu masuk dalam daftar kota paling tercemar di dunia.

“Salah satu cara terbaik untuk mengurangi polusi adalah dengan memperbanyak angkutan umum dan meningkatkan jumlah kendaraan agar mudah menjangkau masyarakat. Pada saat yang sama, perlu dilakukan pembatasan kendaraan bermotor dan bahan bakar fosil,” kata Eddy dalam pidatonya, Jumat ( 30.8.2024).

Oleh karena itu, untuk mengurangi polusi secara signifikan, kita harus mendapat segala dukungan dari pemerintah yang adil, berkualitas dan mudah diakses.

“Demi lingkungan dan udara bersih, sebaiknya masyarakat diminta menggunakan angkutan umum, dalam hal ini KRL Jabodetabek dengan tarif.” Artinya kami akan memberikan insentif kepada masyarakat untuk memilih menggunakan angkutan umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi,” lanjutnya.

Eddy mengutarakan pentingnya departemen dan instansi terkait yang tanggap terhadap aspirasi masyarakat, khususnya pengguna angkutan umum.

Namun, lanjut Eddy, jika angkutan umum semakin mahal maka pengguna akan beralih ke kendaraan pribadi, polusi udara akan meningkat dan berdampak pada berbagai sektor.

“Salah satu ciri khas kota-kota di negara berkembang adalah efisiensi, kualitas, dan keterjangkauan transportasi umum. Saya yakin komitmen kita terhadap kelestarian lingkungan akan membuat udara Jakarta dan sekitarnya bersih,” ujarnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Willy Vidianto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *