Tribunej.com, Jakarta – Menanggapi pembahasan Penjaga Pantai yang keluar dengan RUU Kemaritiman, Inspektur Perhubungan dan Perhubungan Bambang Hario Sokartono (BHS) mengatakan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) sudah memilikinya. Sejarah panjang Tentang penjaga pantai dan kapal di Indonesia
Oleh karena itu, menurutnya, Penjaga Pantai Indonesia harusnya mempunyai kewenangan.
“Secara historis, peran Penjaga Pantai ini sudah ada sejak tahun 1936. Pada masa pemerintahan Pak Karno, Pak Harto, peran Penjaga Pantai meski belum lengkap namun ditangani oleh KPLP. Termasuk penyidik sipil menurut undang-undang. Sabtu ( 8/6/2024) Bambang mengatakan, kasus tersebut belum dilimpahkan.
Peraturan Pelayaran KPLP (Resimen Skipwort) LN 1882 No 115 junto LN 1911 No 399 (Polisi Laut), Undang-Undang Pelayaran (Skipwort Ordonanti) 1936 (Stb. 1936 No 700), Peraturan Pelayaran 1936 Pasal 4, dan Peraturan Wilayah. Lautan dan Lingkungan Laut 1939 Art
Sejak tahun 1942 hingga tahun 70-an, organisasi ini mengalami beberapa kali perubahan dan pergantian nama
Pada tahun 1947, salah satu fungsi Administrasi Maritim adalah penyelenggaraan urusan kelautan Indonesia di Yogyakarta, yang kemudian diubah menjadi Biro Pelayaran pada tahun 1947.
Kemudian pada tahun 1966 namanya diubah lagi menjadi Badan Perlindungan Pelayaran (BKP) dengan fungsi organisasi kepolisian khusus di laut dan SAR.
Kemudian, dengan peralihan Departemen Kelautan ke Departemen Perhubungan pada tahun 1968, fungsi khusus SAR dimasukkan ke dalam Direktorat Navigasi dan Kementerian Perhubungan menamainya menjadi Pasukan Penjaga Laut dan Pantai (DPLP). Tindakan penerapan polisi khusus di bidang keamanan laut dan pelabuhan khusus
Pada tahun 1970, DPLP menjadi KOPLP (Komando Operasi Penjaga Laut dan Pantai).
Terakhir, KOPLP menjadi KPLP (Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai) setingkat direktorat pada tanggal 30 Januari 1973 berdasarkan Surat Perintah Menteri Perhubungan No.KM.14/U/plib-73 tahun 1973.
Hari ini adalah hari ulang tahun KPLP
Yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 yaitu Pasal 276 yang menyatakan bahwa KPLP didirikan untuk menegakkan keselamatan dan keamanan di laut serta menegakkan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai.
“KPLP juga sudah dirujuk ke IMO. Jadi kalau IMO dengar ada konflik atau semacamnya di Indonesia, berbahaya. Tapi kalau ada gangguan internasional di Indonesia, IMO,” ujarnya.
Selain melanjutkan BHS, KPLP hadir di sekitar 600 pelabuhan di Indonesia dan juga bekerja sama erat dengan penjaga pantai di negara lain.
“Ada posko, penyelamat, dan security. Kalau KPLP tidak mampu, misalnya persenjataan, maka koordinasi dilakukan dengan Bakamla dan Poliar. Di sini Bakamla ditempatkan sebagai jembatan dengan TNI Angkatan Laut.” Dia berkata lagi.
Ia berharap ke depan KPLP dapat diperkuat untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan para pelaku industri pelayaran dan jalur pelayaran baik dalam maupun luar negeri.
“Di banyak negara, penjaga pantai adalah badan di bawah menteri. Bukan badan di bawah presiden. Ada 20 negara lain yang tidak terkurung daratan tetapi memiliki penjaga pantai yang kuat. Indonesia yang memiliki cita-cita “menjadi negara maritim global” porosnya, tentu saja harus ada keamanan maritim yang kuat Artinya, pemerintahan KPLP perlu diperkuat untuk mendukung tujuan tersebut, kata BHS.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada tiga alasan mengapa KPLP menjadi organisasi yang paling cocok untuk menduduki peringkat teratas di kantor Penjaga Pantai.
Pertama, dari segi sejarah, KPLP mempunyai sejarah yang panjang. Kedua, hubungannya dengan pihak internasional dan industri sudah terjalin sejak lama. Masyarakat pelayaran sudah mengenal KPLP. Ketiga, sumber daya manusia KPLP sudah ada. Dokumen kapal “Memahami masalah dan keselamatan pelayaran, baik orang maupun logistik kapal,” ujarnya.
BHS mengatakan, jika KPLP, Bakamla, dan Polair bisa bergabung sebagai koordinator, maka operator dan pengguna jalur transportasi akan terlindungi.
“Mereka menginginkan bisnis ini untuk masyarakat dan komunitas pelayaran. Mirip dengan apa yang dilakukan penjaga pantai di Vietnam atau Thailand, mereka melindungi kapal mereka ketika melintasi stasiun laut kita,” ujarnya.
Terakhir, dia menegaskan, para pelaku dan masyarakat pelayaran serta kuasa para pelaku ingin adanya kepastian hukum.
“Jadi tidak boleh ada ambiguitas kewenangan, dan harus ada transparansi siapa yang berwenang. Jadi mereka aman dalam menjalankan usahanya. Atau pemain internasional sangat aman saat masuk ke perairan Indonesia,” ujarnya.