TRIBUNNEWS.COM – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menyoroti kasus korupsi dugaan gratifikasi dan pemerasan yang dikalahkan mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo. CATATAN.
Zaenur menilai tindakan SYL memeras anak buahnya di Kementerian Pertanian sangat memalukan karena usahanya dilakukan demi kepentingan pribadi dan keluarganya.
Padahal, lanjutnya, SYL telah mendapat dana operasional hingga ratusan juta rupiah sebagai Menteri Pertanian dan dapat digunakan secara fleksibel tanpa harus dipertanggungjawabkan.
“Kementerian dan organisasi sudah mendapat uang operasional. Kalau di kementerian disebut dana operasional kementerian.”
“Tahun 2014 telah terbit peraturan baru Menteri Keuangan yang mengatur DOM dengan kriteria yang sangat fleksibel, tanpa akuntabilitas yang kaku,” kata Zaenur dalam acara Sapa Indonesia Malam yang ditayangkan di YouTube Kompas TV seperti dikutip, Rabu (1/5/2024). ). ).
Alhasil, dengan aturan Dana Operasional Menteri (DOM), Zaenur menilai SYL sudah keterlaluan dengan mengusir anak buahnya selama menjabat Menteri Pertanian demi kepentingan pribadi dan keluarganya.
Zaenur pun menilai apa yang dilakukan SYL merupakan bentuk korupsi yang dangkal.
“Ini menunjukkan tindakan korupsi yang sangat dangkal,” ujarnya.
Zaenur menjelaskan, masyarakat yang melakukan tindak korupsi biasanya akan menggunakan istilah-istilah untuk menghindari ketahuan praktik korupsi yang dilakukan.
Namun, Zaenur menilai praktik tersebut tidak dilakukan dan berujung pada tindakan vulgar dalam pelaksanaannya.
“Biasanya dalam kasus korupsi atau transaksi menggunakan idiom agar tidak ketahuan oleh penegak hukum.”
Tapi dalam hal ini bahasa jawanya tidak ada ‘tudeng aling-aling’. Semuanya dikomunikasikan dengan sangat kasar, atasan tanya bawahan, bawahan lagi tanya bawahan, jelasnya.
Zaenur mendesak adanya evaluasi menyeluruh pasca kasus korupsi SYL.
Sebab, jika melihat kasus SYL, mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu merupakan pegawai negeri sipil berpengalaman yang sudah lama berkecimpung di pemerintahan.
Oleh karena itu, Zaenur pun menduga praktik serupa juga terjadi di lembaga selain Kementerian Pertanian.
“Praktik seperti ini mungkin terjadi di kementerian, organisasi, dan daerah.”
Oleh karena itu, harus dilakukan penilaian terhadap sistemnya. Pertama, kompensasi yang wajar kepada para menteri dan kedua, pengawasan terhadap para menteri, jelasnya.
Ia juga mengatakan sekali lagi, kasus SYL merupakan peringatan perlunya pengawasan khusus di Kementerian Pertanian.
“Pantau terus. Karena bagi saya, berapa pun yang diberikan, meski ditanggung DOM, saya tetap minta ke penjualnya.”
Artinya permasalahan utama di sini adalah pengawasan yang membosankan dan tidak adanya sistem whistleblowing yang berjalan di internal Kementerian Pertanian hingga menumpuk dan menjadi banyak dan akhirnya meledak kasus, ujarnya.
Sebelumnya terungkap di pengadilan bahwa SYL diduga menggunakan dana Kementerian Pertanian untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Yakni, uang Kementerian Pertanian yang diduga turun ke cucunya.
Hal itu diungkapkan tiga orang saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Senin (29/4/2024).
Kepentingan pribadi dan keluarga yang terungkap dalam kasus tersebut antara lain untuk membayar mobil anak SYL, biaya khitan cucunya, dan membayar biaya penyanyi sebesar Rp 100 juta.
Bahkan, SYL diduga meminta uang kepada Kementerian Pertanian untuk menutupi biaya makan dan mencuci hingga Rp3 juta per hari.
Dalam kasus ini, SYL didakwa menerima uang sebesar Rp44,5 miliar yang diduga diterima dengan cara memeras bawahan dan direktur di Kementerian Pertanian untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Pasal lainnya terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian