Laporan Jurnalis Tribunnews.com Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi mengaku selama ditahan di Rutan KPK ada undang-undang sewa “botol” senilai Rp 20 juta.
Kode “botol” adalah istilah yang digunakan untuk menyewa telepon seluler.
Hal itu diungkapkan Nurhadi saat memberikan kesaksian dalam kasus Kasus Pajak Ilegal (Pungli) di Rutan KPK Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/9/2024).
Nurhadi yang bersaksi secara daring mengatakan, di Rutan KPK ada aturan tidak tertulis bahwa narapidana baru harus menyewa “botol”.
Informasi tersebut diperoleh Nurhadi saat menjadi penghuni Rutan KPK pada tahun 2020.
Soalnya, itu tradisi, kalau ada warga baru, semua sesepuh berkumpul, disambut, lalu dijelaskan aturan penahanannya, kata Nurhadi saat kesaksiannya yang disiarkan melalui permintaan Zoom.
“Apa aturannya?” tanya jaksa KPK.
“Pertama, itu bukan aturan SOP yang tertulis, tapi perilaku yang sudah terjadi secara turun-temurun, sebelum orang tua saya ada di sana (di sel KPK, Catatan Redaksi). Jadi ada narapidana yang punya tugas, itu perlu. , disana tidak ada pilihan, kita harus memberikan itu, jadi “Istilah pertama sewa ‘botol’, botolnya HP, kata botolnya”, jawab Nurhadi.
Setelah mendapat keterangan dari narapidana utama, seminggu kemudian, terdakwa Hengki, Ketua Keamanan dan Komando KPK periode 2018-2022, datang membawa informasi tersebut ke Nurhadi.
Nurhadi mengatakan Hengki masuk ke kamarnya.
“Sekitar seminggu setelah ditahan di Blok A, kakak terdakwa, Hengky, datang ke pusat dan masuk ke kamar saya,” kata Nurhadi.
“Apa yang Kak Hengky katakan?” tanya jaksa KPK.
“Yang sudah lewat kita harus pegang botolnya, nanti ada sebulan, teman-teman semua ikut, ini yang sudah lewat,” jawab Nurhadi.
Kemudian jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 11 yang berbunyi: Nurhadi harus menyimpan botol tersebut dan ada kewajiban membayar biaya bulanan kepada agen.
Mendengar hal itu, Nurhadi mengamini BAP.
Menurut Nurhadi, dirinya tak punya pilihan. Ia pun merasa terdorong untuk menyewa ponsel.
Nurhadi mengatakan, biaya sewa alat di Rutan KPK sebesar Rp 20 juta.
Nantinya, jika keputusan sudah final atau mempunyai kekuatan hukum tetap, ponsel tersebut akan dikembalikan kepada pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Apa maksudnya menyewa botol? »» tanya jaksa.
“Saya siapkan sewanya karena sudah siap, kami bayar Rp 20 juta untuk satu buah handphone. Lalu ketika saya keluar dari Blok A, kami pindah ke Sukamiskin, botolnya kami minta kembali,” kata Nurhadi.
Nurhadi kemudian menyampaikan kabar penyewaan ponsel kepada kerabatnya.
Selain menyewa ponsel seharga Rp 20 juta, ada juga uang yang harus disetor setiap bulan kepada petugas di Rutan KPK senilai Rp 5 juta.
“Kepada siapa kamu mengirimkan surat ini?” » tanya jaksa.
“Keluarga saya, istri saya atau anak-anak saya ada di rumah,” jawab Nurhadi.
Apakah Anda juga menulis bahwa Anda butuh uang? » tanya jaksa lagi.
“Saya menulis ketika saya bergabung, saya membutuhkan Rp 20 juta, sama Rp 5 juta setiap bulannya,” kata Nurhadi.
Dalam kasus dugaan penggelapan di Rutan Cabang KPK, 15 terdakwa diduga melakukan pemerasan atau pemerasan terhadap narapidana dengan total nilai Rp6,38 miliar selama periode 2019-2023.
15 orang yang disebutkan adalah Kepala Rutan KPK periode 2022-2024 Achmad Fauzi, Plt Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, dan Kepala Bidang Keselamatan dan Keamanan KPK periode tersebut. . 2018-2022. Hengki.
Selain itu, ada juga petugas tahanan KPK antara lain Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah yang menjadi tersangka.
Terdakwa melakukan penipuan di tiga Rutan cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4).
Di setiap rutan cabang KPK, pelaku penipuan mengumpulkan dana sebesar Rp 80 juta setiap bulannya.
Perbuatan korupsi itu dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa, yakni Deden memperkaya Rp 399,5 juta, Hengki Rp 692,8 juta, Ristanta Rp 100,3 juta, Sopian Rp 322 juta, Agung Rp 91 juta, dan Ari 29 juta.
Selain itu, Ridwan kaya raya Rp 160,5 juta, Mahdi Rp 96,6 juta, Suharlan Rp 103,7 juta, Ricky Rp 116,95 juta, Wardoyo Rp 72,6 juta, Abduh Rp 94,5 juta, dan Ramadhan 135 juta Rp 5 juta.
Dengan demikian, perbuatan terdakwa tergolong perbuatan korupsi yang dikendalikan dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo. . Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 64 ayat (1) KUHP.