TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, meyakini kliennya tidak akan dijadikan tersangka atau ditangkap terkait kasus dugaan korupsi sistem perdagangan barang timah dan pencucian uang yang menjerat suaminya, Harvey. Moeis dari Kejaksaan Agung.
“Saya kira tidak ada rasa takut dan Sandra Dewi tidak akan dijadikan tersangka. Karena penyidik Kejaksaan Agung RI sangat profesional,” kata Harris kepada wartawan di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2024). ) malam.
Harris memastikan dua pemeriksaan Sandra Dewi yang dilakukan Kejaksaan Agung hanya sebatas pemeriksaan aset Harvey Moeis.
Dan pemeriksaan dilakukan sebagai Sandra Dewi sebagai saksi.
Insya Allah kedepannya Bu Sandra akan memberikan pernyataan kepada media tentang semuanya, ujarnya.
Ia meminta masyarakat dan netizen tidak melontarkan tuduhan tak berdasar terhadap Sandra Dewi, meski suaminya Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perdagangan timah yang merugikan negara Rp 271 triliun.
Oleh karena itu, kita harus mengedepankan asas asumsi tidak bersalah. Jangan sampai menyampaikan pendapat sehingga berdampak buruk bagi nasabah kita, imbuhnya.
Harris menambahkan, Sandra Dewi sangat terpukul saat suaminya, Harvey Moeis ditangkap dan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait bisnis dengan PT Timah.
“Kondisi Bu Sandra pasti awalnya. Saya lihat sekarang sudah membaik,” kata Harris Arthur Hedar saat ditemui dalam jumpa pers di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2024). malam.
“Kemarin sendiri dia (Sandra Dewi) diperiksa hampir 10 jam dan ditanya 40 pertanyaan,” lanjutnya. 21 orang menjadi tersangka korupsi timah dengan kerugian Rp 271 triliun
Dalam kasus korupsi produk timah ini, Kejaksaan Agung menetapkan 21 orang sebagai tersangka, termasuk obstruksi keadilan (OOJ) atau obstruksi penyidikan.
Di antara tersangka yang ditetapkan, terdapat pejabat negara yaitu: Kepala Departemen ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 hingga 2024, Amir Syahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 s/d Maret 2019, Suranto Wibowo; Pj Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN); Mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT); Direktur PT Timah Finance 2017 hingga 2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional pada tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019 hingga 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).
Kemudian sisanya merupakan pihak swasta yaitu: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Rafine Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer Pertukaran di PT Quantum Skyline, Helena Lim; Perwakilan PT RBT, Harvey Moeis; Pemilik PT TIN, Hendry Lie; dan Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga.
Sementara dalam kasus Obstruksi Keadilan (OOJ), Kejaksaan Agung menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron, sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara akibat skema bisnis timah PT Timah diperkirakan mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Jampidsus, nilai Rp 271 miliar terus meningkat. Sebab nilai tersebut hanya hasil perhitungan kerugian ekonomi saja, tanpa ditambah kerugian finansial.
“Itu hasil perhitungan kerugian ekonomi. Kami tidak menyebutkan kerugian keuangan negara. Tampaknya sebagian besar lahan tambang merupakan kawasan hutan dan belum ditimbun,” kata id-Direktur Dinas. Jaksa Agung Jampidsus, Kuntadi dalam jumpa pers, Senin (19/2/2024). Berikut daftar 16 tersangka beserta wajahnya dalam kasus dugaan korupsi perdagangan timah pimpinan Kejaksaan Agung yang melibatkan suami artis Sandra Dewi. (ist/Bangkapos/Tribunnews.com)
Akibat perbuatan yang merugikan negara itu, para tersangka dalam berkas utama disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka kemudian dijerat OOJ dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Selain tindak pidana korupsi, khususnya Harvey Moeis dan Helena Lim juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).