Pengacara Masyarakat Adat Sihaporas yang Ditangkap Minta Kapolri Segera Tarik Perkara ke Mabes Polri

Reporter Tribunnews.com Gita Irawan melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Syamsul Alam Agus, anggota tim kuasa hukum empat tersangka warga Sihaporas yang ditangkap di Polres Simalungun, meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo dari Mabes Polri mengusut kasus tersebut. kliennya. Mabes Polri.

Alam mengatakan, tindakan polisi yang berulang kali terhadap masyarakat adat di wilayah konsesi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Toba Pulp Lestari (TPL) merupakan penegakan hukum yang tidak profesional dan dapat melanggar hak asasi manusia.

Hal itu dikatakannya setelah polisi tidak memenuhi tuntutan penetapan tersangka penangkapan lima anggota silsilah Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas pada dini hari, 22 Juli 2024. penangkapan dan penggeledahan. diatur dalam hukum acara.

Hal itu disampaikannya saat konferensi pers Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) tentang perlindungan dan pelaksanaan hak-hak masyarakat adat di Dolok Parmonangan dan Sihapora di Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia di Jakarta, Rabu. 11 September 2024).

“Dalam pertemuan indah ini, kami meminta Komjen Pol untuk menginstruksikan Mabes Polri untuk melakukan kasus khusus terhadap Karo Wasidik. Tidak bisa dilakukan di Sumut, tidak bisa dilakukan di kawasan TPL. Harus segera dilakukan. , “katanya.

“Kapasitas independen Polda sangat dipertanyakan. Kapolri Karo Vasidic harus diinstruksikan untuk segera menarik kasus ini kembali ke Mabes Polri karena hal yang mendesak, ”lanjutnya.

Menurutnya, jika kasus khusus ini tidak dilaksanakan dan aparat Polri turun tangan di tingkat pusat, masyarakat adat akan terus menderita.

Sebab, menurut dia, penangkapan dan penetapan tersangka terhadap warga asli Sumut bukan kali ini saja terjadi.

“Warga asli Sihaporas saat ini ditetapkan sebagai tersangka. Itu bisa terjadi besok, lusa, kapan pun mereka mau, dan itu TPL,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, PT TPL terlibat dalam persidangan penculikan lima anggota marga Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas dini hari tanggal 22 Juli 2024 yang dilakukan sekitar 50 orang. Mereka kemudian diketahui telah dibunuh. ditangkap polisi.

Menurut dia, dalam penangkapan tersebut polisi diduga memanfaatkan dan memanfaatkan fasilitas PT TPL.

Ia menyatakan, pihaknya telah melaporkan fakta terkait tersebut ke Mabes Polri.

“Kami sebagai tim kuasa hukum telah melaporkan fakta tersebut ke Mapolsek Umum, dan kami akan mencari bukti-bukti untuk membuktikan apakah ada bukti nyata adanya penculikan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Ia juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengaudit dan mengevaluasi keputusan peruntukan lahan konsesi PT TPL.

Sebab, menurut dia, PT TPL diduga melanggar hak masyarakat adat dan melanggar HAM di wilayah konsesi khusus.

“Dan ini sangat besar. Ini juga merupakan penggunaan instrumen hukum secara ilegal untuk melanggar hak asasi masyarakat adat di wilayah tersebut,” katanya.

“Ini harus segera dihentikan. “Saya mohon kepada Menteri untuk tidak terburu-buru mengeluarkan keputusan tentang pembentukan ZTBHB, tetapi mempertimbangkan kembali tugas-tugas yang belum dilaksanakan,” lanjutnya.

Seperti diberitakan Tribun-Medan.com sebelumnya, Ompu Mamontang menyebarkan pesan berantai yang menyatakan lima warga asli Laut Ambarita diculik dari Sihaporas, Pamatang Sidamanik, dan Kabupaten Simalungun-Sumut.

Belakangan diketahui, tindak pidana tersebut dilakukan oleh Polres Simalungun.

Penangkapan terjadi pada Senin (22/7/2024) sekitar pukul 03.00 WIB.

Penangkapan dilakukan oleh sekitar lima puluh orang yang mengendarai dua kendaraan keamanan dan sebuah truk diesel Colt.

Sang ibu yang berusaha menghentikan penangkapan dikabarkan diseret dari depan kendaraan yang mengangkut mereka.

Anggota masyarakat adat yang ditangkap adalah Thomson Ambarita, Johnny Ambarita, Gio Ambarita, Prando Tamba dan Pak Quin Ambarita.

B Ambarita, warga Sihaporas sekaligus reporter Tribun Medan, mengatakan kejadian itu terjadi pada Senin (22/7/2024) dini hari.

Selain itu, keluarga kelima warga tersebut juga belum diberitahu mengenai tujuan penangkapan mereka.

“Kami tanya dulu karena surat perintah penangkapan tidak ditunjukkan ke pihak keluarga. Apakah ke Polda atau Polsek Simalungun. Mohon informasikan keberadaannya kepada kami, saudara,” kata B Ambarita.

Kapolsek Simalungun AKBP Choky S Meliala mengatakan, lima warga ditangkap pada 18 Juli 2024 terkait pembongkaran.

Penjemputan ini merupakan kasus laporan kerusakan bersama berdasarkan Pasal 170 KUHP, kata Kapolsek AKBP Choki Meliala.

Akibat penangkapan tersebut, masyarakat adat didampingi kuasa hukumnya berupaya melakukan penyelidikan awal untuk menantang keputusan empat dari lima tersangka yang ditangkap.

Namun dalam sidang di Pengadilan Negeri Simalungun, Selasa sore (20/8/2024), Hakim Praperadilan Angreana E. Roria Sormin menolak gugatan tersebut.

Anggrana mengatakan, penetapan tersangka sesuai prosedur penangkapan dalam KUHAP.

Penyidikan telah dilakukan dengan baik dan bukti-bukti yang diajukan di pengadilan telah memenuhi syarat KUHAP dan penahanan, kata Anggreana, dikutip Tribun-Medan.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *