Penerbangan Lampion di Kawasan Candi Borobudur saat Perayaan Waisak Dikhawatirkan Rusak Lingkungan

Penerbangan lampion di kawasan Candi Borubudur saat perayaan Waisak dikhawatirkan akan merusak lingkungan.

 Glery Lazurdi/Jaringan Tribun

TRIBUNNEWS.COM – Generasi Muda Umat Buddha Indonesia (Gemabudhi) menolak lampion terbang di kawasan sekitar Candi Borobudur, Magelong saat Waisak.

Disarankan agar program pelepasan lampion tidak diadakan lagi karena berisiko merusak bebatuan dan mencemari candi serta membahayakan lingkungan infrastruktur di kawasan tersebut.

Hal itu diungkapkan Anes Dwi Prasetya, Ketua Bidang Organisasi, Kader, dan Keanggotaan DPP Gemabudhi.

“Saat ini kita juga sedang mengalami cuaca panas yang mudah membakar benda-benda di sekitar kita, terutama lampion,” ujarnya, Selasa (14/5/2024).

Menurut dia, dampak lampion yang beterbangan dapat memicu kebakaran hutan, mengganggu penerbangan pesawat, menyebabkan pemadaman listrik akibat terbakarnya pembangkit listrik, dan membahayakan biota laut.

Pasalnya, lampion yang ditiup kembali ke darat atau laut saat keluar, sehingga otomatis mengganggu ekosistem di dalamnya.

Ia mengatakan, setinggi apa pun lentera dikibarkan, pasti akan jatuh ke tanah sehingga menimbulkan sampah dan merusak lingkungan.

Anes mengatakan, sudah beberapa kali berturut-turut terjadi kasus lampion jatuh di pemukiman warga.

Misalnya, Anes mengatakan pada tahun 2022 sebuah lampion jatuh langsung ke atap belakang rumah warga di Cilacap.

Beruntung api obor berhasil dipadamkan sehingga dampaknya tidak terlalu besar.

Namun, kata Anes, kerusakan dan dampak lingkungan akibat lampion tersebut tidak bisa dianggap remeh.

Ia menegaskan, apapun yang dinaikkan pasti akan turun.

Gemabudhi berharap dapat lebih menggambarkan tri suci hari raya Waisak, seperti yang diajarkan oleh Guru Buddha Gautama, umat Buddha diharapkan senantiasa menumbuhkan rasa cinta terhadap seluruh makhluk hidup tanpa terkecuali, termasuk cinta terhadap bumi dan lingkungan.

Salah satunya tidak menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan.

“Bersama GameBudhi kita merayakannya dengan penuh suka cita tanpa merusak lingkungan, salah satu yang bisa kita promosikan adalah dengan memproduksi, mendistribusikan dan menuangkan EcoEnzyme. Cairan ekoenzim terbukti mampu mengurangi kerusakan ekosistem dan mengembalikan kesehatannya. “Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang dikenal dengan sebutan ‘pulau organik’ karena masyarakatnya rutin menuangkan ecoenzyme ke seluruh danau dan sungai yang ada di sana, khususnya Danau Batur yang menjadi sumber kehidupannya,” Anes menyimpulkan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *