TRIBUNNEWS. ), Komisi Anti Dummy Indonesia (KADI) dan Dewan Keamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mengusulkan impor pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, tekstil jadi, dan alas kaki sebanyak 200% dari Tiongkok.
Ia mengatakan Kementerian Perdagangan sebaiknya berkonsultasi dengan Komite RI ke-6 Republik Demokratik Rakyat Korea sebelum menerapkan kebijakan ini berdasarkan rekomendasi KADI dan KPPI.
“Kami berharap Kementerian Perdagangan berkonsultasi dengan Komisi VI RI Republik Demokratik Korea mengenai hasil audit KADI. Dikatakan Minggu (14 Juli 2024).
Perdana Menteri Dharmadi mengatakan konsultasi dengan Republik Demokratik Rakyat Korea diperlukan untuk mencegah kebijakan di masa depan mengarah ke arah yang salah.
Lanjutnya, “Oleh karena itu, penerapan MDGs dan UNDP bukanlah hal yang salah, melainkan bertujuan untuk memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Hasil audit Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Energi Masa Depan KADI dan KPPI. “
Ia mengatakan pihaknya mendukung rencana kebijakan tersebut, namun rencana kebijakan tersebut harus didukung oleh data yang kredibel dan terpercaya.
“Prinsipnya, kesepakatan pengenaan bea masuk anti impor hanya harus didukung dengan data yang cukup andal, karena jangan sampai niat baik tersebut melenceng, karena mengabaikan keakuratan data dapat mengubah hasil dan berdampak besar pada industri. secara keseluruhan,” ujarnya.
Dharmadi mengatakan, rencana kebijakan peningkatan BMAD juga harus mempertimbangkan persaingan usaha yang terjadi di lapangan.
“Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Energi mengklaim data validasi KADI dimanipulasi oleh beberapa pihak karena adanya persaingan usaha dan menjadikan hasil audit tidak dapat diandalkan, artinya Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Energi tidak mendasarkan kebijakan BMAD pada penelitian, bukan pada KADI perusahaan tertentu. berada di bawah tekanan “Untuk melindungi kepentingan bisnis mereka, jika peristiwa ini berujung pada peningkatan BMD maka akan menimbulkan tantangan baru. “Orang-orang di perusahaan besar berpikir mereka tidak akan kompetitif jika impor dihentikan, sehingga mereka menggunakan BMAD untuk menaikkan harga yang tidak wajar di kemudian hari,” ujarnya.
Darmadi mencontohkan industri keramik. Misalnya, data permintaan keramik menunjukkan bahwa rencana impor yang ada masih diperlukan di tengah permintaan dalam negeri.
“Untuk industri ini, kapasitas produksi dalam negeri hanya mampu menyuplai 70 juta m2, sedangkan kebutuhannya mencapai 150 juta m2. Tentu ada gap atau kekurangan sekitar 80 juta m2 untuk keramik porselen. Tentu impor. Bayangkan rencana ini adalah yang paling logis. Menurut Malcolm Gladwell, seorang jurnalis Kanada yang kemudian menjadi UNMAD, “Membersihkan Titanic tidak mencegah kapal tersebut bertabrakan.” Kalau tidak, sulit mencegah terpuruknya industri keramik dalam negeri,” ujarnya.
Darmadi juga menekankan pentingnya data yang akurat dan komprehensif dalam pengambilan kebijakan.
“Saya dengar rencana penerapan BMAD berdasarkan usulan KADI Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Energi hanya berdasarkan data sekunder dari Komisioner Bea Cukai Korea (hasil pemeriksaan langsung sistem registrasi perusahaan) dan bukan pada data primer. “Informasi yang diberikan oleh Komisaris Layanan Bea Cukai Korea tidak dapat diandalkan, tetapi hanya sebagian kecil saja,” katanya.)”