TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA – Penunjukan Hakim Agung Suharto sebagai calon Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) menjadi sorotan banyak pihak.
Pasalnya, sejarah Soeharto menunjukkan bahwa perilaku hakim memang telah mencemarkan martabat Mahkamah Agung.
Soeharto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Badan Pidana Mahkamah Agung (MA) dan menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung, dikenal memiliki reputasi yang buruk dalam menjalankan rasa keadilan masyarakat.
Salah satunya adalah keputusan Soeharto yang mengubah hukuman mati mantan Kepala Departemen Propam Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
“Soeharto mempunyai rekam jejak yang buruk dalam penegakan hukum. Ia gagal menyampaikan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat serta gagal menjunjung tinggi harkat dan martabat Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi,” kata pakar hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah. Kastil.
Castro mengatakan, keputusan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang salah satunya mantan Hakim Agung Suharto membuka luka lain bagi keluarga korban Brigjen Nofriansyah Yosua Hutabarat yang kebenarannya menunjukkan Ferdi Sambo dibunuh secara brutal.
“Salah satu ukuran sejarah itu adalah dengan tidak membuat keputusan kontroversial yang menyinggung rasa keadilan masyarakat,” kata Castro.
Menurut Hamza Castro, penunjukan Soeharto sebagai wakil ketua Mahkamah Agung mengganggu upaya reformasi di lingkungan Mahkamah Agung. Menurut dia, MA memerlukan reformasi kelembagaan secara menyeluruh, pembenahan dari atas hingga bawah, termasuk memastikan proses pemilihan hakim berjalan baik dengan standar etika yang tinggi.
“Desain pedomannya juga perlu diperbaiki, dimana MA harus membuka ruang yang cukup bagi partisipasi masyarakat dalam pedoman hakim Mahkamah Agung,” ujarnya.
Secara terpisah, kegagalan Soeharto memperbarui laporan harga kekayaan di laman Berita Acara Pejabat Negara (LHKPN) juga dinilai sebagai bentuk ketidakcocokan Soeharto untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden Mahkamah Agung.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kelalaian melaporkan LKPN bisa menjadi bahan pertimbangan panitia seleksi (panel) pimpinan di MA tanpa meloloskan Soeharto.
“Jika (pembaruan laporan LHKPN) tidak bisa tercapai, panitia bisa mempertimbangkannya (untuk meloloskan Soeharto sebagai calon wakil presiden MA),” kata Abdul seperti dilansir inicom.
Selain itu, Hakim Agung Suharto punya catatan kontroversial dalam meringankan hukuman pembunuhan berencana mantan Kepala Departemen Propam Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup.
Menurut Fickar, Soeharto tidak bisa diangkat menjadi Ketua MA jika syarat penanganan perkara banding sudah ada. Hal ini harus berdasarkan bukti yang kuat. (**)