Penanganan Tuberkulosis Harus Dilakukan Seperti Saat Pandemi Covid19, Wajib Kontak Tracing

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tuberkulosis bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, pencegahan TBC menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di bidang kesehatan.

Pengobatan penyakit tuberkulosis di Indonesia juga perlu berbeda dengan penyakit lain karena tergolong penyakit yang sangat menular. Profesor Tjandra Yoga Aditama, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Dokter Dada Indonesia (PDPI). Ia mengatakan, cara pengobatan dan pengendalian wabah Covid-19 juga bisa digunakan untuk penyakit tuberkulosis.

Artinya, orang-orang di sekitar pasien yang mungkin tertular. Jadi, kita ingat, saat Covid, kita juga melakukan ini. Kita mencari yang dulu disebut contact tracing, jadi Kita harus mencermati PDPI, Kongres Bronkologi dan Pulmonologi Intervensi Dunia dan bersama Kongres Bronkoesofagolog Dunia, kata Profesor Tjandra dalam konferensi pers Kongres Nasional ke-17 secara virtual, Kamis (24/10/2024). 

Profesor Tjandra mengatakan, pasien TBC harus ditemukan sebanyak mungkin. “Dalam hal ini yang dimaksud dengan tuberkulosis laten bukanlah orang yang sedang dekat dengan penderitanya, melainkan orang yang sudah terlanjur tertular tuberkulosis,” ujarnya.

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini, bukan hanya soal pengobatan dan pengendalian tuberkulosis saja, ada dua komitmen utama yang harus dipenuhi serta anggaran.

Pertama, komitmen terhadap kebijakan lintas sektoral. Sebab menurut Profesor Tjandra, tidak ada satu sektor pun yang bisa mengatasi tuberkulosis. 

Oleh karena itu kami mengusulkan agar penanganan tuberkulosis ditingkatkan dari level saat ini ke level yang lebih tinggi. Mungkin langsung di bawah arahan Menteri Kesehatan, Menko, bahkan mungkin Presiden, kata Profesor Tjandra. 

PDPI, lanjut Profesor Tjandra, juga menyarankan agar tuberkulosis disingkat menjadi TBC dan bukan TBC.  Ada dua alasan di balik entri ini.

Pertama, karena huruf C tidak digunakan untuk TBC di Indonesia. Jadi tidak perlu pakai huruf C, sebenarnya hanya ada satu. Kedua, ada huruf C untuk tuberkulosis dalam bahasa Inggris, tapi tuberkulosis juga disingkat TB dalam bahasa Inggris. Belum bisa dipastikan, ujarnya.

Kemudian pengobatan yang paling utama adalah obat anti tuberkulosis (OAT) yang sebaiknya diberikan kepada pasien tuberkulosis yang masih rentan.  Artinya kuman masih bisa dibunuh dengan obat-obatan. 

Selain itu, pengobatan juga harus diberikan kepada pasien yang mengalami resistensi.  PDPI merekomendasikan agar pasien TBC laten diberikan obat seperti terapi anti tuberkulosis (TPT).

Yang tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan tuberkulosis. Tjandra.

Selain itu, PDPI juga merekomendasikan skrining penyakit paru-paru lainnya dengan menggunakan teknologi yang ada. Selain mengatasi masalah gizi pada pasien tuberkulosis. 

“Kalau masyarakat menderita gizi buruk, atau ini tentu saja memperparah penyakit tuberkulosis. Dalam hal ini, kami sangat menyambut baik program makan siang bergizi yang diusung Presiden. Karena makan siang tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga berperan dalam pengendalian berbagai penyakit.” Termasuk TBC,” lanjutnya. 

Stigma terhadap pasien TBC di tempat kerja juga perlu dihilangkan. Jangan sampai ada pekerja yang dipecat karena mengidap TBC.  Profesor Tjandra juga menambahkan rekomendasinya mengenai rumah sehat bagi pasien tuberkulosis. Dengan demikian, pasien dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *