Pemukim Israel Bakar Markas UNRWA di Yerusalem

TRIBUNNEWS.COM – Pemukim Israel melempari markas Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWRA) dengan batu dan membakar bagian luar gedung.

Ini adalah tindakan ketiga dalam seminggu, kantor berita Palestina Wafa melaporkan.

Kantor UNRWA terletak di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem, Al Jazeera melaporkan.

Pada Kamis (9/5/2024), Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengumumkan bahwa badan tersebut berencana menutup sementara kantor pusatnya, menyusul beberapa serangan kebakaran.

“Merupakan tanggung jawab Negara Israel sebagai kekuatan pendudukan untuk memastikan bahwa personel dan fasilitas PBB dilindungi setiap saat,” kata Lazzarini dalam sebuah pernyataan saat itu.

“Staf, lokasi, dan operasi PBB harus dilindungi setiap saat sesuai dengan hukum internasional,” jelasnya.

Sejak Israel dan Hamas berperang, 35.173 orang telah tewas dan 79.061 terluka dalam perang Israel di Gaza sejak 7 Oktober, kata Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina dalam laporan korban terbarunya.

Kementerian mengatakan 82 warga Palestina tewas dan 234 luka-luka dalam 24 jam terakhir saja.

Faktanya, hampir 450.000 orang terpaksa meninggalkan Rafah sejak 6 Mei 2024, ketika militer Israel mulai mengerahkan pasukan di dekat kota tersebut, merebut perbatasan dan memerintahkan evakuasi, menurut badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

“Orang-orang terus-menerus menghadapi kelelahan, kelaparan dan ketakutan,” kata UNRWA dalam postingannya di X.

“Tidak ada tempat yang aman. Gencatan senjata segera adalah satu-satunya harapan.” Tolak klaim zona aman

Sebelumnya, Philippe Lazzarini mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib pengungsi Palestina.

Marah dengan situasi yang terjadi, Philippe Lazzarini Minggu (12/5/2024) mengatakan tidak ada zona aman di Gaza, seperti yang diklaim Israel.

“Pihak berwenang Israel terus mengeluarkan perintah evakuasi paksa, yang juga dikenal sebagai ‘perintah evakuasi’,” kata Philippe Lazzarini dari X, dikutip Al Mayadeen.

Menurutnya, hal ini membuat warga Palestina di Rafah harus berpencar untuk bertahan hidup.

Sejak pecah perang Israel dengan Hamas pada 7 Oktober 2023, sebagian besar warga Gaza telah beberapa kali mengungsi.

“Dengan putus asa, (mereka) mencari keamanan yang tidak pernah mereka temukan,” kata Philippe Lazzarini.

Faktanya, masyarakat berpindah berkali-kali, rata-rata sebulan sekali.

“Klaim zona aman adalah salah dan menyesatkan. Tidak ada tempat aman di Gaza. Titik,” tambahnya, dikutip Anadolu.

Ia juga menekankan bahwa warga Palestina yang meninggalkan Gaza tidak punya pilihan selain mencari perlindungan di tempat penampungan UNRWA.

Namun, tempat-tempat tersebut seringkali menjadi sasaran dan dirusak oleh aksi militer Israel.

Lazzarani mengaku belum pernah melihat kondisi seperti itu, selama lebih dari tiga dekade.

“Selama lebih dari 30 tahun mempelajari dan berinteraksi dengan masyarakat yang terkena dampak pengungsian, saya belum pernah melihat kekejaman yang begitu mengejutkan,” katanya.

Sekitar 150.000 orang meninggalkan Rafah ketika Israel memerintahkan evakuasi dan melanjutkan operasi meskipun ada kekhawatiran dari sekutu dan pihak lain.

Israel telah membunuh lebih dari 35.000 warga Palestina di Gaza, sebagai pembalasan atas serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

Sekitar 85 persen dari 2,3 juta penduduk wilayah kantong tersebut terpaksa mengungsi di dalam rumah, dan terjadi kekurangan makanan, air, dan obat-obatan.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *