TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penggunaan bioenergi atau energi terbarukan yang berasal dari bahan baku organik terus digalakkan di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Indonesia diperkirakan akan memproduksi 100 persen bahan bakarnya dari minyak sawit atau B100.
Direktur PT Fumin Kingdo Bersaudara, Yudhi Fu mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Henan Hi-tech Kingdo Industrial untuk membangun pabrik B100 di Bangka yang dapat memanfaatkan limbah kelapa sawit dengan lebih baik sehingga menghasilkan produk yang lebih kompetitif.
Henan Hi-tech Kingdo Industrial merupakan salah satu perusahaan biodiesel di Tiongkok, yang tidak hanya mengoperasikan pabrik biodiesel di Tiongkok, namun juga menguasai teknologi canggih dan matang dalam mengubah limbah minyak sawit menjadi biodiesel energi baru.
“B100 kita tidak hanya bisa digunakan di dalam negeri tapi juga bisa diekspor ke Amerika dan Eropa karena memenuhi regulasi energi terbarukan mereka,” kata Yudhi kepada wartawan, Jumat (30/8/2024).
Yudhi menjelaskan, Indonesia memiliki limbah sawit yang cukup banyak. Pasalnya, Indonesia menghasilkan 55,8 juta ton minyak sawit per tahun dan 2,2 juta ton minyak sawit terbuang.
Sebelumnya pabrik CPO di Indonesia membuangnya begitu saja sebagai limbah. Hal ini tidak hanya menyebabkan pencemaran lingkungan tetapi juga memboroskan sumber daya.
“Dalam beberapa tahun terakhir, pabrik-pabrik di Tiongkok banyak mengimpor limbah kelapa sawit dari Indonesia sebagai bahan baku produksi biodiesel, karena biodiesel dari limbah kelapa sawit dikenal sebagai produk yang mampu mengurangi emisi CO2. diekspor ke Amerika dan Eropa,” ujarnya.
Yudhi menjelaskan penggunaan B100 memberikan dampak signifikan terhadap penurunan emisi CO2. Indonesia, salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 31,89 persen, atau 43,2 persen dengan dukungan internasional, pada tahun 2030.
“B100 akan berkontribusi dalam mencapai target penurunan emisi,” ujarnya.
Pabrik biodiesel lain di Indonesia menggunakan minyak sawit olahan sebagai bahan baku produksi biodiesel, namun Yudhi mengatakan pabrik biodieselnya di Bangka akan menggunakan limbah kelapa sawit (POME) dari pabrik kelapa sawit untuk memproduksi biodiesel. Menurutnya, harga minyak sawit lebih murah dibandingkan minyak sawit olahan.
“Selain itu, kami menggunakan teknologi yang lebih maju dari China untuk semakin menekan biaya produksi. Oleh karena itu, B100 kami diperkirakan memiliki keunggulan harga dibandingkan biodiesel yang sudah ada,” tambahnya.
“Saat ini pabrik-pabrik di Indonesia menggunakan minyak sawit olahan untuk memproduksi biodiesel. Pabrik kami akan menggunakan limbah minyak sawit dari pabrik CPO bahkan minyak goreng dari restoran. B100 kami akan lebih murah dibandingkan biodiesel dari pabrik lain di Indonesia, setidaknya sekarang.” lebih mahal dibandingkan petrodiesel,” jelasnya.
Yudhi menegaskan, penggunaan B100 akan membantu mengurangi impor minyak mentah. Ia menegaskan, kelapa sawit merupakan sumber daya terbarukan.
“Jadi B100 merupakan energi terbarukan yang bermanfaat bagi ketahanan energi kita di masa depan,” ujarnya.
Yudhi pun yakin pemerintahan Prabowo-Gibran akan mendukung program B100. Apalagi penggunaan B100 diyakini akan menghemat keuangan negara senilai Rp309 triliun.
“Saya yakin (pemerintahan ke depan akan mendukung hal ini) karena dalam beberapa kesempatan Prabowo mengatakan dirinya memiliki program tabungan hingga Rp 309 triliun. Dengan demikian, hal itu akan mengurangi tekanan terhadap anggaran negara dan meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan kerja. industri dalam negeri,” ujarnya.