Koresponden Tribun News Fahdi Fazli melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengatur kemasan rokok biasa tanpa merek sebagai turunan dari aturan Peraturan Pemerintah (PP) no. 28 tentang kesehatan mulai tahun 2024.
Menanggapi aturan tersebut, Hari Prasetio, pakar hukum administrasi pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menilai Kementerian Kesehatan harus memastikan kebijakannya fokus pada bidang Anda terlebih dahulu sebelum mengatur produk lain seperti tembakau.
“Bahkan dengan peraturan turunannya yang ada saat ini, peraturan zat adiktif tersebut terlalu memberikan tekanan pada tembakau dan tidak sejalan dengan peraturan kesehatan yang telah ditetapkan sebelumnya,” kata Harry dalam keterangan tertulis, Kamis (10 Maret 2024).
Hal itu diungkapkan Hari dalam debat publik di Jakarta bertajuk “Industri Tembakau Buruk, Pendapatan Negara Kotor”.
Hari merujuk pada pembuatan aturan kemasan rokok polos dan tanpa label dalam rancangan Menteri Kesehatan.
Ia menilai aturan tersebut tidak sesuai dengan UU Kesehatan dan PP 28/2024.
Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa kebijakan tersebut telah mengadopsi ketentuan Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC). Faktanya, pemerintah Indonesia belum meratifikasi FCTC.
Hari mencatat, Kementerian Kesehatan tidak menegakkan aturan tersebut karena Indonesia memiliki ekosistem tembakau yang beragam dan kompleks.
“Kalau tembakau mau diatur, sebaiknya pemerintah duduk bersama pengusaha dan menanyakan apa yang ingin mereka atur. Sepakati dulu hal ini,” tutupnya, agar jelas apa yang ingin diterapkan Kementerian Kesehatan dalam hal ini. usulan buku peraturan Kementerian.
Hari mengatakan, aturan tersebut harus sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa politik tidak boleh memberikan dampak buruk bagi masyarakat.