Pemberantasan Korupsi jadi Tantangan Paling Berat Pemerintahan Prabowo-Gibran

Dilansir reporter Tribunnews.com, Cherul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dan hukum Peter C. Zulkifli berpendapat. 

Selain itu, pemerkosaan merupakan penyakit yang sulit diobati di Indonesia.

Ia yakin jika birokrasi di Indonesia terlalu rumit dan kebijakan hanya menguntungkan segelintir elit politik dan pengusaha besar, maka akan terjadi kesenjangan sosial yang meluas.

“Dana negara dalam jumlah besar yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan tersedot ke kantong swasta. Akibatnya, sebagian kecil masyarakat semakin terjerumus ke dalam kemiskinan,” kata Peter Zulkifli kepada wartawan, Rabu (16/1). 10). /2024).

Selain itu, Peter Zulkifli menilai Prabowo-Gibron menghadapi tugas berat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 

Dalam konteks ini, kabinet yang dibentuk hendaknya tidak hanya terdiri dari orang-orang yang cakap, tetapi juga terdiri dari orang-orang yang jujur.

“Masyarakat mengharapkan pemimpin yang tidak sekedar bicara, tapi mengambil tindakan nyata untuk memberantas korupsi dan memperbaiki birokrasi yang korup,” ujarnya.

Dia mengingatkan, masyarakat sedang fokus pada pembentukan kabinet baru, apalagi menunggu janji Prabowo mengisi jabatan menteri dengan profesional. 

Peter Zulkifli menyoroti langkah Prabowo yang memanggil calon menteri dan kepala lembaga ke kediamannya di Kertanegara, Jakarta, seminggu sebelum ia dilantik sebagai Presiden RI 2024-2029. 

Salah satu peristiwa yang paling mencolok adalah upaya Prabowo membentuk kabinet Zakin.

Mengingat tantangan domestik dan regional yang semakin kompleks, Prabowo berkomitmen membentuk kabinet Zakken, kabinet yang terdiri dari para profesional dan ahli di bidangnya masing-masing, katanya.

Ia menilai kebutuhan paling mendesak dalam kabinet adalah orang-orang yang mampu. 

Namun, realitas politik di Indonesia seringkali memperumit masalah.

Ia menyebutkan banyak politisi dari partai pendukung dan oposisi yang menghadiri pertemuan di Kitanegar. 

Peter menilai hal itu jelas memicu spekulasi publik apakah Prabowo akan merugikan komposisi kabinetnya dengan mengakomodasi kepentingan politik.

“Dalam hal ini, apakah janji Zarkon untuk membentuk pemerintahan akan ditepati atau aliansi politik akan menjadi faktor penentu utama?”

Di sisi lain, Peter Zulkifli berpendapat bahwa kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet, merupakan praktik umum di negara demokrasi. 

Karena mengelola negara yang berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa dan menghadapi berbagai tantangan politik memerlukan stabilitas, dan stabilitas seringkali dicapai melalui kesepakatan politik.

Namun ia mengingatkan bahwa masyarakat menginginkan kompromi demi kepentingan negara, bukan segelintir elit.

“Sayangnya, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai dengan kolusi, korupsi, dan nepotisme masih terus berlanjut. Pada saat yang sama, tingginya biaya hidup, mahalnya pendidikan, dan sulitnya mendapatkan pekerjaan merupakan kenyataan yang menghantui banyak masyarakat awam.” terlalu sering dihancurkan oleh kepentingan pribadi dan politik kecil-kecilan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *