Laporan reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar menyoroti 10 dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya terkait korupsi pembelian pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Menurut Emirsyah, dakwaan tersebut memberikan kesan bahwa dirinya bisa berbuat apa saja di PT Garuda Indonesia, seolah-olah perusahaan itu milik pribadi.
Hal itu diungkapkan Emirsyah dalam pembelaannya dalam sidang selanjutnya di Pengadilan Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024).
“Dalam dakwaan Jaksa Agung dengan 10 poin di atas memberikan kesan bahwa saya sebagai Dirut Garuda yang merupakan perusahaan publik bisa berbuat apa saja sebagai perusahaan swasta,” kata Emirsyah saat membacakan penghargaannya. sebelum. Majelis Hakim.
Emirsyah pun menegaskan, dirinya tidak melakukan intervensi atau mengarahkan pembelian kedua pesawat tersebut karena berdasarkan keputusan bersama direksi.
Selain itu, Emirsyah juga menjelaskan dakwaan jaksa seolah-olah Garuda Indonesia tidak menerapkan Good Corporate Governance (GCG) dalam menjalankan operasional perusahaan.
Selain itu, Direktur Citilink yang merupakan perusahaan independen tidak mempunyai tugas sebagai Direktur dan tidak menerapkan GCG, ujarnya.
“Tidak mungkin Direktur Keuangan Citilink membayar tiga juta dolar AS kepada pabrik tersebut tanpa sepengetahuan atau mendapat persetujuan Direktur Citilink,” ia kemudian menegaskan, seluruh aktivitas termasuk perubahan rencana pembelian pesawat dan tarif pembelian pesawat. telah disetujui oleh Otoritas Pemerintah Daerah. Dewan direksi.
Menurut Emir, seluruh unsur Direksi di perusahaan pelat merah itu hadir dan menyetujui hal tersebut.
Soal pembayaran, Direktur Keuangan ikut dalam proses pembayaran (bukan CEO). Masing-masing Direktur Garuda punya pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing, ujarnya. Dia divonis 8 tahun penjara
Pada sidang terakhir, mantan Direktur PT Garuda Indonesia Emrisyah Satar divonis 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (Jaksa) Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi pembelian CRJ-1000 dan . Pesawat ATR 72-600 tahun 2011-2012.
Ketua Tim Jaksa Triyanaiaputra dalam aduannya menilai Emirsyah Satar terbukti sah dan dibujuk untuk melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Jaksa menyebut Emirsyah Satar terbukti melakukan tindakan memperkaya dirinya sendiri, orang lain, atau organisasi. Pihak yang diuntungkan dengan aksi korupsi pertemuan ini adalah Emirsyah Satar sendiri, Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo dan organisasinya adalah Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC).
Perilaku mereka merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yakni merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar 609.814.504 Dolar Amerika atau sekitar Rp 9,37 triliun.
Jaksa menjelaskan, Emirsyah Satar tidak berhak mengirimkan rencana pelayaran PT Garuda Indonesia kepada Soetikno Soedarjo. Meski rencana pengadaannya merupakan rahasia perusahaan.
Hal ini dikendalikan dan dihukum atas tindak pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU. Negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun Ini. 2001. 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana pokok dakwaan Jaksa.
“Menghukum terdakwa Emirsyah Satar 8 tahun penjara,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024). Pesawat Garuda Indonesia. (Spesial)
Selain hukuman fisik, jaksa juga meminta Emirsyah membayar denda sebesar Rp.
Tak hanya denda, jaksa juga menuntut tambahan denda agar Emirsyah membayar ganti rugi sebesar USD 86.367.019.
Selain denda, jaksa juga memutuskan jika terdakwa tidak membayar satu bulan setelah hakim membacakan hukuman, maka harta kekayaan Emirsyah akan dilelang untuk mengganti kerugian pemerintah.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipidana 4 tahun penjara,” ujarnya.
Dalam kasus tersebut, Emirsyah Satar didakwa melakukan tindak pidana korupsi pembelian pesawat.
Akibat rentetan praktik korupsi yang dilakukannya, terjadi serangkaian tawaran vendor untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek pembelian pesawat, yakni kursi Bombardier CRJ-1 000 dan Sub-100 Turboprop ATR72-600.
Akibat ulahnya tersebut, perekonomian negara diperkirakan merugi hingga Rp 609 juta atau Rp 9,3 triliun jika dirupiahkan ke rupee saat ini.
Perbuatan terdakwa Emirsyah Satar bersama-sama dengan Albert Burhan, Agus Wahjudo, Setijo Awibowo, Hadinoto Soedigno, dan Soetikno Soedarjo telah menyebabkan hilangnya dana pemerintah atau perekonomian pemerintah, yakni merugikan dana pemerintah kepada PT Garuda Indonesia (Persero). ).Tbk tahun 2011 sampai dengan tahun 2021 sebesar Rp609.814.504,” kata Jaksa Penuntut Umum (DPU) dalam perkara di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta, Senin (18/9/2023).
Atas perbuatannya, ia dijerat Pasal 2 ayat (1) subbab pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP.