Pemantauan Glukosa Mandiri Cegah Masyarakat dari Risiko Komplikasi Diabetes

Laporan reporter Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah penderita diabetes di Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 28,5 juta orang pada tahun 2045, dan data International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan 74 persen (74 persen) penderita diabetes tidak terdiagnosis. 

Berbagai penyebab tingginya prevalensi diabetes di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya pengetahuan tentang diabetes, pola hidup tidak sehat, dan kurang berolahraga.

“Jauh lebih banyak pasien diabetes yang tidak mengetahui dirinya mengidap diabetes dibandingkan pasien yang sudah mendapat diagnosis,” kata Dr. Dr. Aris Wibudi Sp.PD-KEMD, FINASIM saat diskusi bertajuk “Hidup Sehat dan Perlindungan Kanker” dalam rangkaian Roche World Cancer Day di Jakarta, Minggu (17/11/2024).

Oleh karena itu, pemantauan gula darah secara mandiri merupakan bagian penting untuk mengurangi risiko komplikasi diabetes dan harus dikombinasikan dengan gaya hidup sehat seperti olahraga yang cermat dapat diimbangi.

“Karena dengan olahraga teratur, sel merespons insulin dengan lebih baik sehingga membantu menjaga kadar gula darah dalam kisaran target,” ujarnya. 

Diabetes diketahui dapat menyebabkan beberapa masalah lain akibat tingginya kadar gula darah, sehingga pencegahan sangatlah penting.

Dalam hal ini, deteksi dini merupakan pilihan terbaik untuk mencegah berkembangnya masalah kronis dengan pengobatan yang tepat dan cepat.

Pemantauan glukosa mandiri dan manajemen diabetes yang efektif dapat membantu mengurangi risiko komplikasi pada penderita diabetes.

Namun, seringkali pasien tidak memantau gula darahnya secara rutin sehingga dapat berisiko mengalami komplikasi yang lebih serius, ujarnya.

Perwakilan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, Dr. Tiersa Vera Junita mengatakan, Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program reformasi kesehatan yang berfokus pada enam pilar utama.

“Salah satu prioritas kami adalah mendukung layanan dasar diabetes, dimulai dengan dukungan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk mengetahui pentingnya pencegahan dan pengendalian diabetes,” ujarnya.

Selain itu, prioritas akan diberikan pada program skrining yang dapat dilakukan melalui Posyandu dan puskesmas, sehingga diharapkan setiap penduduk berusia 15 tahun ke atas melakukan skrining minimal setahun sekali.

“Sekarang masyarakat yang sakit bisa diperiksa setiap bulannya. Agar program ini dapat berjalan efektif, kita memerlukan kolaborasi dengan berbagai mitra yang sadar akan kesehatan. Kolaborasi ini meliputi edukasi kepada masyarakat, penerapan deteksi dini, dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk memberikan layanan terbaik,” kata Tiersa.

Dalam acara yang sama, Lee Poh Seng, Direktur Divisi Diagnostik PT Roche Indonesia, mengatakan semua masyarakat berhak mengakses sistem kesehatan, baik penderita diabetes maupun orang tanpa diabetes. 

Oleh karena itu, diagnosis yang tepat dan deteksi dini sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. “Itulah sebabnya kami berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat umum tentang diabetes, menyediakan akses terhadap tes diagnostik yang andal, dan mengedukasi penderita diabetes tentang cara mengintegrasikan manajemen diabetes,” kata Lee Poh Seng.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *