TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto berharap defisit anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 bisa dijaga di bawah 3 persen.
Target defisit anggaran tersebut ditetapkan untuk mengantisipasi pembayaran bunga utang tahun depan yang diperkirakan meningkat akibat suku bunga global dan tekanan terhadap dolar AS.
Menurut Airlangga, rancangan defisit tersebut diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk optimis terhadap keadaan perekonomian nasional saat ini dan masa depan.
“Kekhawatiran baru muncul ketika kita melihat defisit anggaran negara-negara Uni Eropa (UE) yang rata-rata 5-7 persen. Alarmnya berbunyi di Eropa, bukan di Indonesia, Indonesia masih di bawah 3 persen,” jelas Menko Airlangga di Jakarta, Jumat (22 Juni 2024).
Menko Airlangga juga mengatakan bank sentral Uni Eropa juga telah mengingatkan negara-negara anggotanya untuk menjaga defisit anggaran di bawah 3 persen.
“Anda lihat antara Jerman, Prancis, Italia (defisit) antara 5-7 persen dan Indonesia kurang dari 3 persen, jadi tidak ada alasan untuk panik. Mereka sudah mendapat peringatan dari Bank Sentral Eropa bahwa negara-negara UE harus mengikuti hal yang sama. seperti negara-negara Asia,” ujarnya.
Selain tetap kuatnya basis perekonomian Indonesia yang menjadi hal terpenting, Menko Airlangga meyakini kebijakan perekonomian pemerintah pada tahun depan akan tetap sejalan dengan kebijakan saat ini.
Kemudian pada Mei 2024, neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar $2,93 miliar dan mampu melanjutkan tren surplus selama 49 bulan berturut-turut.
Surplus perdagangan meskipun terkurangi oleh defisit sektor migas, namun ditopang oleh surplus sektor nonmigas sebesar $4,26 miliar.
Peningkatan ekspor nonmigas Indonesia pada Mei 2024 dibandingkan April 2024 dibarengi dengan peningkatan nilai ekspor ke sebagian besar negara tujuan utama, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Selain itu, ekspor Indonesia ke ASEAN dan UE juga meningkat
“Selain dari sisi perdagangan kita surplus, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi yaitu 5,11 persen, kemudian inflasi rendah yaitu 2,8 persen, dan daya saing juga relatif tinggi. Tingkat daya saing Indonesia akan meningkat 7 tingkat pada tahun 2024, level tertinggi dalam enam tahun terakhir,” kata Airlangga.
Peringkat Daya Saing Dunia IMD tahun 2024 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-27 dari 67 negara, sedangkan Indonesia pada tahun 2023 berada di peringkat ke-34.
Jadi pada dasarnya indeks kepercayaan konsumen juga bagus, indeks PMI kita juga positif di atas 50, jelasnya.
Meski kondisi fundamental perekonomian tetap stabil, pemerintah tetap menjaga karakteristik sentimental daerah dan mendorong masuknya investasi.
Pemerintah mendorong ekspor mata uang asing dan meminta pengusaha yang masih memiliki ekspor untuk mentransfer mata uang asing ke dalam negeri.
Bank Indonesia (BI) mencatat net inflow modal asing di pasar keuangan domestik sebesar Rp 0,78 triliun pada 19-20 Juni 2024.
Direktur Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, angka tersebut disebabkan oleh net aliran masuk modal asing di pasar saham sebesar Rp1,42 triliun, sedangkan aliran masuk modal asing neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp0,45 triliun dan Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah ( SRBI) Rp 0,19 triliun.
Sejak awal tahun 2024 hingga 20 Juni 2024, net inflow modal asing di pasar SBN sebesar Rp42,10 triliun dan pasar saham sebesar Rp9,35 triliun, sedangkan net inflow modal asing di SRBI sebesar Rp117,77 triliun.
Selain itu, per 20 Juni 2024, premi risiko simpanan 5 tahun atau credit default swaps (CDS) Indonesia sebesar 76,04 basis poin (bps), relatif stabil dibandingkan 14 Juni 2024 sebesar 76,40 bps.
Sedangkan imbal hasil SBN tenor 10 tahun Indonesia naik menjadi 6,18 persen, sedangkan imbal hasil US Treasury Notes 10 tahun naik menjadi 4,259 persen.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung stabilitas perekonomian Indonesia,” jelas Erwin. Kekhawatiran investor
Melemahnya nilai tukar rupiah hingga hampir Rp16.500 per dolar membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil tindakan.
Jokowi tampak kesal dengan depresiasi rupiah.
Pada Kamis (20 Juni 2024), ia mengundang beberapa menteri dan pimpinan lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Istana Kepresidenan di Jakarta.
Seruan itu terkait berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp16.400 per dolar.
Hampir dua jam pertemuan antara Jokowi dan KSSK. Mereka yang datang sekitar pukul 16.00 WIB baru berangkat sekitar pukul 18.00 WIB.
Rapat tersebut dihadiri Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, Direktur Utama Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Koordinator Keuangan Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Bersama Gubernur BI, Ketua DK OJK, dan Ketua LPS DK, saya juga memberi pengarahan kepada Presiden di forum KSSK tentang perkembangan terkini dinamika pasar dan kemajuan perundingan APBN kita DPR, kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, faktor fundamental ikut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupee terhadap dolar belakangan ini.
Bahkan, fundamental Indonesia disebut-sebut lebih baik dibandingkan negara lain.
Mulai dari pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan.
Namun, menurut dia, suasana di dalam dan luar negeri lebih besar dibandingkan rupee.
Di luar negeri, hal ini disebabkan oleh situasi geopolitik dan kebijakan suku bunga yang ketat di Amerika Serikat.
“Hari ini kita juga melihat isu-isu terkini baik dari sudut pandang global, baik dari segi politik dunia dan berbagai perkembangan perekonomian di Amerika, Eropa dan Tiongkok, kemungkinan adanya dampak limpahan terhadap perekonomian kita dan untuk memantau bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut. meminimalkan dampak negatif jika terjadi.
Pada saat yang sama, investor domestik khawatir terhadap keberlangsungan perusahaan.
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikelola secara cermat.
“Kami terus hati-hati dalam mengelola APBN 2024 yang berjalan. Ada beberapa hal yang bergerak, seperti pergerakan harga minyak dan dari sisi SBN nilai produk kami, hal ini tentu akan mempengaruhi keadaan dan ini sudah kami pantau dari segi dampak finansialnya. ” tutupnya. (Jaringan Tribun / Reynas Abdila)