Pelarangan Subsidi BBM untuk Ojol Berdampak Negatif ke Masyarakat Bawah

Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destriavan

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR Abdul Hadi menilai rencana pelarangan subsidi BBM bagi ojek online berpotensi berdampak negatif pada angkutan umum dan perekonomian masyarakat menengah ke bawah. .

“Kebijakan ini harus dikaji ulang secara menyeluruh,” kata Abdul di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Menurut Abdul, pemerintah tidak bisa mengabaikan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada layanan ojol untuk kebutuhan sehari-hari sebagai konsumen dan pengemudi.

Konsekuensi yang terjadi adalah terjadi peningkatan biaya operasional. Data tahun 2022 menunjukkan 30-40 persen biaya operasional pengemudi Ojoli berasal dari BBM. Jika subsidi dihilangkan, tarif jasa diperkirakan akan naik. meningkat sehingga membebani masyarakat,” kata Abdul.

Selain itu, moda transportasi akan berubah, data menunjukkan sekitar 80 persen pengguna ojol berasal dari kelompok berpenghasilan rendah, mereka lebih cenderung beralih ke moda transportasi yang lebih murah, meski kurang efisien dan nyaman.

Atau mereka berpindah-pindah dan tidak menggunakan angkutan umum lagi, kata Abdul.

Selain berdampak pada angkutan umum, larangan BBM bersubsidi di Ojol juga akan berdampak pada perekonomian masyarakat.

Yang terjadi di masyarakat, kebijakan ini akan berujung pada peningkatan inflasi. Menurut analisis Bank Indonesia, kenaikan tarif angkutan akibat penghapusan subsidi dapat menyebabkan inflasi hingga 0,5 persen dalam waktu enam bulan.

“Selain itu, pendapatan pengemudi ojek akan menurun, dimana pendapatan harian pengemudi ojek akan turun hingga 30 persen karena berkurangnya permintaan jasa, hal ini berdampak langsung pada penurunan pendapatan pengemudi ojek. pada daya beli mereka,” kata Abdul.

Abdul Hadi juga mengungkapkan, akan ada konsekuensi sosial jika kebijakan pelarangan itu diterapkan. Pengeluaran untuk kebutuhan lain untuk konsumsi masyarakat akan berkurang.

Banyak pelanggan ojol harus mengurangi pengeluaran atau konsumsi untuk menutupi kenaikan biaya transportasi. Pengendara ojek online melintas di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024). (Tribunius/JEPRIMA)

“Selain itu, ada potensi ketidakpuasan masyarakat. Berdasarkan survei, 60 persen pengguna ojek menilai layanan ini perlu. Kebijakan yang meningkatkan ketersediaan ojek bisa menimbulkan ketidakpuasan masyarakat,” tambah Abdul.

Abdul Hadi meminta pemerintah mengkaji secara menyeluruh kebijakan tersebut mengingat dampaknya terhadap masyarakat kecil.

Sebab, subsidi BBM merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan transportasi dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Pemerintah harus mengambil langkah hati-hati. Kebijakan ini memerlukan pendekatan holistik untuk menghindari dampak negatif bagi masyarakat kecil,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *