Pekerja, ASN, TNI/Polri Bisa Bernafas Lega, Pemerintah Tunda Implementasi Potongan Gaji untuk Tapera

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang wajib diikuti seluruh pekerja mulai dari swasta hingga ASN, TNI, Polri mendapat penolakan keras dari banyak kalangan.

Masyarakat meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan program tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan masukan berbagai pihak terhadap pelaksanaan Ekonomi Perumahan Rakyat (Tapera) masih terus disempurnakan hingga tahun 2027.

Moeldoko mengatakan di Jakarta, Jumat (6 Juli 2024), “Tapera akan dilaksanakan paling lambat tahun 2027, sehingga sampai tahun 2027 masih ada waktu untuk memberikan pendapat, berkonsultasi dengan pihak lain, dan sebagainya.”

Mantan Panglima TNI ini mengatakan, aturan terkait iuran Tapera bagi pegawai negeri (ASN) dan pekerja mandiri belum keluar, baik oleh Menteri Keuangan maupun Menteri Tenaga Kerja.

Implementasi kontribusi Tapera masih menunggu peraturan dari tiga kementerian, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Sumber Daya Manusia (Kemenaker), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).

Menurut dia, persoalan Tapera bukan hanya soal penundaan, tapi juga mendengarkan keinginan para pihak.

Kebijakan donasi Tapera bertujuan baik karena didasarkan pada simpanan hak milik sebesar $9,9 juta yang perlu ditangani oleh negara.

Negara juga memberikan subsidi agar suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bisa diturunkan menjadi 5%.

Namun kebijakan ini hanya mendorong 300.000 pemilik rumah setiap tahunnya sehingga diperlukan rencana baru untuk mengatasi backlog rumah.

Dahulu kala, ada Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang membantu ASN dalam memiliki rumah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mewaspadai protes para buruh yang tak ingin Tapera dipotong gajinya.

Atas dasar itu, Basuki menilai program Tapera sebaiknya tidak dilaksanakan dalam waktu dekat.

“Kalau saya pribadi kalau belum siap, kenapa harus kita hadapi,” ujarnya usai rapat kerja dengan Panitia V DPR, di Kompleks Majelis Nasional, Senayan, Jakarta, hari ini Kamis (6 Juni 2024).

Pemerintah sudah lama menyusun peraturan terkait Tapera, sejak tahun 2016.

Karena kuatnya resistensi dari bawah, Basuki menilai Tapera perlu ditunda hingga tahun 2027.

Diakuinya, pembahasan pengunduran diri Tapera juga telah dibicarakan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dua menteri utama era Jokowi sepakat meredakan kemarahan masyarakat.

“Sebenarnya itu undang-undang tahun 2016. Katanya, “Jadi, bersama Menteri Keuangan, kita bangun reputasi dulu. Ini soal amanah, jadi kita tunda sampai tahun 2027.” Menteri PUPR dan Kepala Badan IKN Basuki Hadimuljono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6 Juni 2024). (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Basuki mengaku setuju jika DPR atau MPR mengusulkan penundaan iuran Tapera.

Sebab menurutnya, program Tapera harus melihat kesiapan masyarakat.

“Jadi misalnya ada usulan, khususnya dari DPR, seperti meminta ketua MPR mundur, saya kira saya akan menghubungi Menteri Keuangan dan saya akan melakukannya juga.”

“Pemerintah merasa perlu cakupan program yang lebih luas, maka program Tapera masuk,” ujarnya.

Kritik terhadap program Tapera juga diutarakan oleh V DPR RI PDIP, Anggota Komite Irine Yusiana Roba Putri.

Ia melontarkan kritik pedas karena pemotongan gaji pegawai karena iuran Tapera.

Ia menegaskan, subsidi adalah tugas warga negara, bukan warga negara.

“Terkadang ada beberapa orang di pemerintahan yang berkata, ‘Ya, kalau mereka yang mampu, maka berikan subsidi kepada mereka yang tidak mampu.’ Katanya: “Maaf pak, subsidi adalah kewajiban negara, bukan masyarakat yang memberikan subsidi.”

Kalau kita warga negara, itu namanya gotong royong. Dan sungguh disayangkan sebuah negara tidak bisa hadir untuk menjawab tantangan-tantangan masyarakat. Jadi Pak, mohon penjelasannya tentang Tapera, tutupnya. Hal ini menyebabkan perekonomian runtuh

Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda mengatakan kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi perekonomian menyebabkan PDB turun sebesar Rp 1,21 triliun yang menunjukkan dampak negatif terhadap total output perekonomian negara.

Perhitungan dengan model Input-Output juga menunjukkan bahwa surplus keuntungan dunia usaha juga mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun, dan pendapatan pekerja juga terkena dampaknya, yaitu menurun sebesar Rp 200 miliar yang berarti daya beli masyarakat menurun. juga menurunkan dan mengurangi permintaan banyak jenis usaha,” kata Huda.

Ia juga mengatakan, terkait kebijakan Taperum sebelumnya, masih terdapat backlog perumahan yang belum terselesaikan.

Menurutnya, backlog berkurang karena generasi muda memilih tinggal di rumah yang tidak stabil.

“Penyebab backlog semakin menurun adalah karena adanya perubahan gaya di kalangan anak muda yang memilih untuk tidak tinggal di rumah permanen atau berpindah dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya,” tambahnya.

CEO Celios Bhima Yudhistira mengatakan dampak paling signifikan adalah pemutusan hubungan kerja, yang dapat mengakibatkan hilangnya 466,83 lakh pekerjaan.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif terhadap lapangan kerja, karena perusahaan mengurangi konsumsi dan investasi.

Meski pendapatan bersih negara sedikit meningkat menjadi Rp 20 miliar, namun jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan kerugian ekonomi yang dialami sektor lain. tambah Bima.

Huda juga mencermati dampaknya, meski kebijakan Tapera sudah diterapkan, permasalahan backlog perumahan masih belum terselesaikan.

Bahkan ketika kita bergerak lebih jauh menuju model Taperum, simpanan perumahan masih belum terselesaikan.

“Penyebab backlog semakin berkurang karena adanya perubahan gaya hidup generasi muda, memilih tidak tinggal di rumah permanen atau berpindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya.” ujar Huda.

Dalam policy brief yang diterbitkan Celios, setidaknya ada tujuh rekomendasi untuk memperbaiki Tapera, antara lain.

Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja tetap dan mandiri bersifat sukarela.

Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera, termasuk evaluasi imbal hasil dari masing-masing penerbit dana.

Ketiga, memperkuat pengelolaan dana Tapera dengan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi dan BPK, jelasnya.

Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat sehingga kenaikan harga rumah dapat menyeimbangkan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat menengah ke bawah.

Dia berkata: “Kelima, mengendalikan spekulasi tanah, yang menjadi dasar tingginya harga rumah.

Keenam, penurunan suku bunga KPR, baik fixed maupun floating, berkat efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia.

Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan proyek besar yang berdampak kecil terhadap penyediaan perumahan, seperti proyek IKN.

Penerbitan Ekonomi Perumahan Rakyat ini setelah Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Ekonomi Perumahan Rakyat.

Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai membebani pekerja yang terpaksa bergabung dengan Tapera.

Biaya keanggotaan cukup besar dan dihitung sebagai persentase dari gaji atau upah.

Jika penghasilan seorang pekerja lebih tinggi dari upah minimum, maka setiap bulan gajinya akan dipotong sebesar 2,5%.

Dalam konteks lemahnya perekonomian dan daya beli masyarakat, pemotongan tersebut tentu saja sangat berat.

Tentu saja ada penolakan dari dunia usaha terhadap perkumpulan pengemudi ojek online. (Jaringan Tribun/Reynas Abdila)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *