Laporan reporter Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim Konstitusi Guntur Hamzah meminta para pemohon memperjelas kedudukan hukum atau status hukumnya ketika para pemohon membawa Analisis Presiden (PT) ke Mahkamah Konstitusi.
Sekadar informasi, Pasal 222 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur persoalan PT sempat dipersoalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Rabu (7/8/2024) digelar sidang perdana perkara yang terdaftar dengan nomor 101/PUU-XXII/2024.
Pelamarnya adalah CEO Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay dan pakar pemilu sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini.
“Sesuai standar hukum, menurut saya terkadang pintunya, meskipun permohonannya sangat bagus, karena pemohon tidak mempunyai kewenangan hukum untuk membatalkan semuanya,” kata Guntur di depan sidang.
“Tuan Hadar dan Nyonya. Calon mohon diperhatikan dengan baik karena dokumen ini berkaitan dengan seleksi calon,” ujarnya. Pemilu dan Dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini dan CEO Jaringan Demokrasi dan Integritas Pemilu (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/8/2024). (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow)
Guntur menjelaskan, terdapat lebih dari 30 permohonan sengketa gerbang di Mahkamah Konstitusi. Namun semuanya ditolak karena status hukum pemohon tidak kuat.
Secara tradisi, lanjut Guntur, mereka yang mempunyai kewenangan hukum diberi kesempatan menjadi Ketua Umum Partai Politik atau Parpol.
Majelis hakim masih menilai status Hadar dan Titi kurang kuat terkait menjadi pemilih.
“Dalam hal ini Pak Hadar mohon bersabar, kalau dikatakan ada kekhawatiran, kita semua juga ada kekhawatiran,” kata Guntur.
“Tapi bagaimana kita bisa membuktikan bahwa selama ini landasan Pak Hadar mempunyai bukti yang kuat. Kalau situasi hukum ini tidak benar, yang terbaik adalah yang terbaik,” imbuhnya.
Setidaknya para pemohon, menurut hakim, harus mempunyai status nyata atau sah.
“Mama Titi dengarkan baik-baik, ibu harus tenang. “Saya usulkan harus ada dasar hukumnya, apakah itu nyata atau mungkin,” pungkas Guntur.
Majelis hakim juga memberikan kesempatan kepada pemohon untuk melakukan perubahan permohonan banding hingga tanggal 20 Agustus 2024.