Reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga terdakwa mendekam di penjara di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Tipikor) pada Senin (15/7/2024) dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa. Balai Teknik Perkeretaapian Medan 2017-2023.
Ketiganya merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Pusat Teknik Perkeretaapian Daerah (Kemenhub) Kementerian Perhubungan Sumut.
Mereka adalah mantan Pejabat Tugas Wilayah I (PPK) Pusat Teknik Perkeretaapian Daerah Sumut, Akhmad Afif Setiawan; mantan pekerja bangunan PPK pada pembangunan KA Besitang-Langsa, Halim Hartono; dan mantan Manajer Prasarana Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumut, Rieki Meidi Yuwana.
Mereka merupakan bagian dari tujuh terdakwa, empat lainnya berada dalam berkas (departemen) tersendiri.
Empat terdakwa lainnya merupakan Kepala Balai Besar Teknik Perkeretaapian Daerah Sumut Nur Setiawan Sidik periode 2016-2017; Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumut, Nur Setiawan Sidik periode 2017-2018, Amana Gappa; Ketua Tim Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; dan penerima manfaat PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Karya Prasarana Freddy Gondowardojo.
Para terdakwa didakwa atas perbuatannya antara tahun 2016 hingga Juli 2017 saat penghentian sementara proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa di wilayah Sumatera Utara.
Proyek dipecah hingga nilainya masing-masing di bawah Rp 100 miliar.
“Setelah diperuntukkan bagi pembangunan KA trans Sumatera Besitang-Langsa yang masuk dalam daftar prioritas proyek syariah pemerintah tahun anggaran 2017, Nur Setiawan Sidik (mantan Kepala Balai Besar Teknik Perkeretaapian Daerah Sumut) mencoretnya. untuk paket pembangunan Kereta Api Besitang Jalur 11 “Langsa 100 miliar Rp. dengan nilai kurang dari 10.000 dan dalam empat paket pengawasan,” kata jaksa kepada Kejaksaan Agung saat pembacaan dakwaan di persidangan, Senin (15 Juli). /2024).
Penyaluran proyek di bawah Rp 100 miliar ditujukan untuk mengatur pemasok.
“Untuk menghindari ketentuan ketenagakerjaan yang berbelit-belit, kami memerintahkan Rieka Meida Yuwana untuk melakukan lelang dengan metode penilaian pasca kualifikasi,” kata jaksa.
Bahkan, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun.
Anggaran proyek untuk beberapa tahun, yakni 2017 hingga 2019, juga diusulkan.
Atas perintah Nur Setiawan Sidik Prasetyo Boedi Tjahjono (mantan Dirjen Perkeretaapian Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan), mengusulkan persetujuan kontrak tahun jamak selama tiga tahun anggaran mulai 2017 hingga 2019. Total anggarannya dibatasi sebesar Rp1.358.230.761.000,” kata jaksa dalam dakwaannya.
Jaksa secara khusus menyatakan bahwa para terdakwa dalam kasus ini diselesaikan dengan pemenang lelang.
Mereka diduga bertemu calon pemenang lelang dan berkolusi.
“Prasetyo Boeditjahjono, Nur Setiawan Sidik, Akhmad Afif Setiawan, Rieki Meidi Yuwana dan Freddy Gondowardojo menggelar rapat pekerjaan pembangunan KA Besitang-Langsa kavling BSL-1 hingga BSL-11. Calon pemenang,” kata jaksa.
Halim Hartono, pemenang lelang pengawasan paket SPSV BSL-4 dan paket SPSV BSL-5, meminjam PT Panca Agara Loka dan PT Delta Tama Waja Corpora untuk mengikuti lelang, dan pekerjaan pengawasannya dilakukan oleh Halim. Hartono dan Muhmad Nazar selaku staf PPK,” kata jaksa lagi.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara disinyalir mengalami kerugian negara sebesar Rp1,15 triliun lebih.
Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian keuangan masyarakat sebesar Rp1.157.087.853.322,- atau sekurang-kurangnya sebesar yang dinyatakan Badan Keuangan dan Pembangunan dalam laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian keuangan masyarakat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan kereta api Besitang – Langsa. pada 13 Mei 2024.”
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat berdasarkan Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1 angka 3 poin .