Laporan Koresponden Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Abdullah mengatakan pentingnya gerakan budaya untuk mengatasi perjudian online.
Said mengatakan bahwa perjudian berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Roma Kuno, dan Tiongkok Kuno.
Meski dianggap sebagai penyimpangan moral, bukan destruktif, perjudian berkembang sangat terkendali pada abad ke-15, kata Said kepada wartawan, Senin (15/7/2024).
Menurutnya, saat itu banyak negara Eropa yang melegalkan pajak untuk membiayai permainan dan meningkatkan pendapatan pemerintah.
Faktanya, pada abad ke-17 para ahli matematika diundang untuk mengembangkan teori probabilitas untuk mempelajari proses perjudian.
Berbeda dengan masyarakat kita yang kurang gemar berjudi, banyak orang yang mencoba peruntungan berjudi dengan meminta uang di kuburan atau tempat yang dianggap suci dengan harapan mendapatkan uang untuk memenangkan permainan, kata Saeed.
Said mengatakan, pada masa pendudukan Belanda, permainan tersebut difasilitasi oleh negara kolonial.
“Keduanya digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk membiayai perang dan menumpas pemberontakan.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini mengatakan, cara tersebut juga dilakukan oleh Pemerintahan Baru di bawah pemerintahan Soeharto.
Menurut Said, kegiatan Dana Harapan Lotikkhan yang dikelola Yayasan Rehabilitasi Sosial ditutup pada tahun 1965 oleh orde lama.
Namun Sistem Baru muncul dan berada di bawah payung Dana Bhakti Sosial (YDBKS).
Pekerjaan ini, kata dia, dilakukan oleh Menteri Sosial melalui Menteri Sosial RI No. B.A. 5-4-76/169.
Ia mengatakan saat itu uang hasil perjudian digunakan untuk membiayai penanganan permasalahan sosial, meski tidak dapat diselesaikan.
“Dalam kunjungannya, Orde Baru belajar mengendalikan perjudian di Inggris. Belakangan, kupon taruhan sepak bola diperkenalkan sebagai bentuk perjudian baru pada masa Orde Baru,” kata Said.
Menurut Said, dampaknya adalah protes sosial terhadap permainan tersebut menyebar dari kelompok agama, dan pemerintah Orde Baru mengubah kebijakan permainannya.
“Orde baru mengungkap dan menyembunyikan perjudian legal dengan konsep kontribusi sosial,” jelasnya.
Tak hanya itu, ia mengatakan pada tahun 1980-an dan 1990-an dikenal dengan kata SDSB (Penghargaan Hibah Dana Sosial).
Menurutnya, banyak pemain yang tergila-gila ingin kaya hingga Rp 1 miliar dari perjudiannya melalui SDSB.
Karya ini disahkan oleh Menteri Sosial dengan Surat Keputusan Menteri Sosial No. 29/BSS Tahun 1987. Sebenarnya nomor undiannya berasal dari SDSB. radio negara,” ujarnya.
Menurut Said, saat itu protes mahasiswa dan kelompok agama merebak dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap kegiatan SDSB hingga berakhir pada tahun 1993. Pemerintah menghentikan kegiatan ini.
“Karena perjudian resmi sudah ditutup, apakah tidak ada permainan rahasia? Banyak yang membicarakan perjudian, baik di tingkat lokal maupun perubahan nilai transaksi perdagangan kecil, tinggi, dan jumbo,” ujarnya. dikatakan
Menurut Saeed, perkembangan internet di Indonesia serupa dengan pembangunan infrastruktur digital yang dilakukan pemerintah dalam satu dekade terakhir, yaitu menjadi sarana untuk memberikan manfaat bagi para pelakunya.
Konon, internet merupakan institusi yang mempermudah perjudian online.
Selain itu, koneksi telepon dan internet telah menjangkau desa-desa terpencil.
Menurutnya, Google dalam studi terbarunya, Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing Ipin Smartphone, menyebutkan jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta perangkat.
“Game online (Judol) sedang berkobar-kobar. General Manager Aptika Kominfo mengatakan sudah menutup lebih dari 2 juta website judol. masyarakat dan mengatakan 70 persen perceraian di Cianjur berujung pada judol.
Bahkan, tambahnya, ada aparat TNI dan Polri yang terlibat dalam game online tersebut.
Said berkata: “Seorang polisi membakar hidup-hidup istrinya, yang juga seorang polisi, karena selingkuh dari suaminya.”
Menariknya, Saeed mengatakan PPATK menyebut perjudian online juga ada di Gedung DPR.
Ia mengatakan, pemerintah telah membentuk satuan tugas untuk menindak perjudian online.
Satgas diharapkan mampu bertindak di tingkat akar rumput untuk memberantas perjudian online.
“Kotoran tidak bisa dibersihkan dengan kantong yang kotor. Makanya yang diprioritaskan adalah membersihkan TNI, Polri, dan birokrasi dari segala bentuk perjudian,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mendorong perlunya program kebudayaan. Ia yakin akan ada pergeseran budaya jika Angkatan Darat bisa menyediakan lapangan kerja nyata.
Saeed mengatakan, “Dengan mengungkap penangkapan massal terhadap para pelaku perjudian yang mencakup pejabat tinggi TNI, Polri, dan birokrasi.”
Saeed juga mengatakan, model ini meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai bagian dari kekuatan dunia.
“Kekuatan universal ini menjadi dasar gerakan budaya untuk melawan dan menghindari segala permainan,” ujarnya.