TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keputusan pemerintah menerbitkan peraturan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) bagi organisasi keagamaan kolektif tidak boleh menimbulkan kontroversi. Karena aturannya bersifat opsional, tidak wajib.
“Pemerintah sudah ada itikad baik, sudah menawarkan. Jadi, sebenarnya pilihannya adalah organisasi keagamaan menerima atau tidak. Sebenarnya tidak perlu ada kontroversi, yang menerima silakan saja, yang tidak menerima. tidak apa-apa,” kata Ketua PBNU Syuria Ikhsan Abdullah dalam keterangannya, Sabtu (15/6/2024).
WIUPK 2024 tertuang dalam Pasal 83A Peraturan Pemerintah No. 25. Peraturan ini merupakan perubahan atas PP No.96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 83A menyatakan, “WIUPK dapat ditawarkan secara preferensi kepada badan usaha milik organisasi-organisasi keagamaan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
PBNU merupakan salah satu organisasi keagamaan yang WIUPK menyambut baik organisasi keagamaan. Menurut Ikhsan, PBNU memanfaatkan pendekatan ini sebaik-baiknya.
“Bagi NU kenapa tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan pemerintah ini. Kita juga punya sayap bisnis yang punya skill, kemampuan, dan ahli teknis. Kalau kita diberi kesempatan itu, Insya Allah bisa,” kata Ikhsan. .
Sementara itu, Pakar KSP Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemerintah berencana memberikan subsidi kepada organisasi keagamaan mulai tahun 2021 agar hanya kelompok tertentu saja yang bisa menikmati kekayaan alam tersebut.
Beberapa organisasi keagamaan telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk membahas pemanfaatan sumber daya alam oleh organisasi keagamaan. “Ada yang mengajukan surat untuk menemui presiden. Kalau mereka bercanda, mereka bilang, tidak bisakah kita mengadakan acara seperti ini,” kata Ngabalin.
Kita tahu kekayaan NKRI sangat luar biasa, kenapa tidak dimanfaatkan oleh orang lain selain itu, tambah Ngabalin.