Parpol akan Hitung 3 Insentif Ini di Pilpres Pasca Putusan MK Soal Presidential Threshold

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Profesor Dr Burhanudin Muhtadi MA PhD menyatakan, partai politik (parpol) akan mempertimbangkan tiga insentif pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghilangkan kebutuhan tersebut. . untuk pemilihan presiden.

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai tingkat presiden berarti partai peserta pemilu dapat mengajukan namanya sebagai calon presiden (paslon) dan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden (Pilpres).

Meski demikian, Burhan menyatakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan partai politik dalam menentukan calonnya sebagai dua calon pada Pilpres mendatang adalah motivasi.

Kekuatan pertama, katanya, adalah efek seleksi, misalnya efek ekor.

Melihat Pilpres 2024, ia mencontohkan partai yang efektif dalam pemilu meski anak-anaknya kalah dalam pemilu presiden.

Dia mencontohkan PKB memperoleh suara terbanyak kedua pada pemilu legislatif 2024 setelah tahun 1999.

Namun, ketua utama kelompok tersebut, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menjadi calon wakil presiden nomor urut 1, menyusul Anies Baswedan dan kalah pada Pilpres 2024.

Hal itu diungkapkannya dalam diskusi bertajuk Krisis Pilpres Pasca Batalnya Permohonan di Mahkamah Konstitusi yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025).

Jadi kita kalah, tapi suara PKB meningkat, terutama di kubu Anies. Jadi peningkatan suara PKB di tahun 2024 sebagian besar akan datang dari kubu Anies, kata Burhan. 

“Bahkan di tanah air PKB, Jawa Tengah dan Jawa Timur justru perolehan suaranya menurun. Karena pemilih PKB banyak yang memilih Prabowo. Tiket pemungutan suara pun dibagikan.

Kedua, insentif untuk berbagi kekuasaan atau “power cake”.  Menurutnya, pembagian kekuasaan bisa bermacam-macam bentuknya.

“(Misalnya) Apakah Anda akan mendapat posisi wakil presiden atau tidak? Misalnya saja, calon yang maju tidak menawarkan calon wakil presiden.

Lanjutnya, “Meski ada kemungkinan menang sebagai calon wakil presiden dengan menggandeng calon presiden terkemuka, namun hal tersebut dapat menjadi penyemangat bagi partai politik termasuk yang bergabung dengan Prabowo.”

Ketiga, adanya insentif pembagian kekuasaan dalam bentuk portofolio kabinet. 

Menurut dia, pada Pilkada 2024, banyak partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memilih calonnya.

“Kenapa KIM Plus tidak memanfaatkan ini? Dia ingin punya menteri. Ada insentif lain yang dia ikuti,” ujarnya.

“KPUD sudah didaftarkan sebulan sebelum kabinet dilantik. Ujung-ujungnya yang tidak punya calon populer, itu wajar. mereka akan berhasil, banyak yang akan keluar, tapi polisi saya tidak akan pernah menang,” lanjutnya.

Oleh karena itu, menurutnya, insentif yang dimiliki partai politik akan menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah mereka akan menggunakan “tiket” tersebut untuk memilih calonnya pada Pilpres mendatang.

Oleh karena itu, menurutnya, masih ada kemungkinan partai politik tidak mengajukan calonnya pada Pilpres mendatang.

“Jadi ada tiga insentif yang perlu dipertimbangkan apakah mereka akan menggunakan tiket itu atau tidak. Dan itu tergantung arah pilpresnya. Sebaiknya mereka menggunakan itu ya,” kata Burhan. Keputusan Baru Mahkamah Konstitusi

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi menghapus syarat Presiden (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu dengan memutus perkara pada perkara 62/PUU-XXII/2024.

Oleh karena itu, setiap partai politik yang dinyatakan sebagai calon dalam pemilu berhak menetapkan dua calon presiden dan wakil presiden tanpa memenuhi syarat minimal dukungan suara.

Namun, Mahkamah Konstitusi juga memberikan informasi penting. 

Perlu diketahui bahwa dalam sistem presidensial Indonesia yang mendukung sistem kepartaian, jumlah calon presiden dan wakil presiden dapat bertambah seiring dengan banyaknya partai yang berpartisipasi dalam pemilu. 

Hal ini dinilai semakin mengkhawatirkan kualitas pemilu dan stabilitas sistem politik.

Mahkamah juga menekankan bahwa penghapusan persyaratan ambang batas merupakan bagian dari perlindungan hak-hak partai politik yang diberikan oleh konstitusi. 

Namun, menurut Mahkamah, perubahan undang-undang pemilu yang akan dilakukan ke depan diharapkan mampu mencegah bertambahnya jumlah dua calon secara berlebihan, sehingga pemilu berjalan efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. aturan. demokrasi langsung.

MK juga menegaskan, meski konstitusi negara memperbolehkan pemilu dua putaran, namun banyak calon tidak selalu memberikan dampak positif bagi perkembangan demokrasi presiden Indonesia. 

Oleh karena itu, keputusan ini diharapkan menjadi perubahan dalam pemilu yang akan diselenggarakan di Indonesia, menyeimbangkan kebebasan partai politik dalam sistem pemerintahan negara dengan kebutuhan akan stabilitas demokrasi.

Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai penghapusan syarat pintu tersebut merupakan keputusan berdasarkan permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan mahasiswa lainnya di Jurusan Syariat dan Syariah UIN Sunan Kalijaga. 

Mahkamah Konstitusi menegaskan, penetapan calon presiden dan wakil presiden (pintu presiden) pada pasal 222 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, kata Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *