TRIBUNNEWS.COM – Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga setiap orang sejak dini. Namun tahukah Anda bahwa beberapa hal yang sering kita konsumsi setiap hari bisa menimbulkan ancaman bagi tubuh?
Salah satu contohnya adalah plastik yang sering digunakan dalam berbagai produk konsumen. Mengandung senyawa kimia bisphenol A, atau BPA, berbahan polikarbonat (PC) yang membuat plastik menjadi keras dan tidak mudah rusak.
Mungkin kurang diketahui, BPA juga berisiko menyebabkan masalah reproduksi baik pada wanita maupun pria.
Berdasarkan penelitian bertajuk “Bisphenol A and Food Safety: Lessons from Developed to Developing Countries” yang diterbitkan pada tahun 2014, paparan BPA dapat menyebabkan disfungsi reproduksi pada wanita.
Gangguan tersebut antara lain siklus menstruasi tidak teratur, kista ovarium (endometriosis), sindrom ovarium polikistik (PCOS), disfungsi plasenta, keguguran, kematian bayi baru lahir (neonatal), dan pubertas dini.
Lebih lanjut disebutkan pula bahwa paparan BPA pada wanita dewasa dapat menyebabkan penurunan persentase sel telur matang yang siap dibuahi. Akibatnya, senyawa kimia ini bisa menurunkan kesuburan wanita.
Tak hanya mengganggu kerja organ reproduksi wanita, BPA pun tak kalah berbahayanya bagi sistem reproduksi pria. Penelitian yang sama menyatakan bahwa BPA dapat mempengaruhi sistem reproduksi pria sehingga menyebabkan disfungsi seksual, termasuk penurunan libido, disfungsi ereksi, kesulitan ejakulasi, dan kelainan sperma.
Penelitian yang sama juga menyatakan bahwa paparan BPA dalam dosis rendah dapat merusak sistem endokrin sehingga mempengaruhi perkembangan, metabolisme, dan perilaku manusia. Sedangkan paparan BPA dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kegagalan organ bahkan leukemia.
Hal ini karena BPA dapat berikatan dengan reseptor steroid, misalnya estrogen dan androgen, yang diekspresikan oleh banyak sel dan jaringan, termasuk prostat dan kandung kemih. Hal inilah yang menimbulkan potensi kanker.
Studi lain yang dilakukan Hunt pada tahun 2009 menemukan bahwa paparan BPA dapat menyebabkan gangguan endokrin, modifikasi epigenetik, pelepasan sitokin, stres oksidatif, dan peradangan. Hal-hal tersebut dapat memicu kanker dan penyakit kardiovaskular, terutama pada wanita pascamenopause dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Selain itu, beberapa penelitian lain juga menyatakan bahwa BPA memiliki efek mirip estrogen yang mampu berikatan dengan reseptor hormon lain, termasuk kelenjar tiroid, sehingga mengganggu fungsi dan fungsi hormon tersebut.
Pakar farmakologi Prof. Junaidi Hotib, Ph.D., M.Kes juga mengatakan hal serupa. Berdasarkan penjelasannya, BPA merupakan senyawa kimia sintetik yang dikenal luas sebagai pengganggu endokrin fungsional. Senyawa tersebut menyerupai senyawa endokrin tubuh, termasuk beberapa hormon yang dapat membentuk ikatan dengan reseptor hormon. Komunikasi endokrin dengan reseptornya akan memastikan kinerja fungsi fisiologis yang benar.
Namun bila fungsi fisiologis ini terganggu oleh BPA, maka keadaan fisiologisnya akan bergeser ke keadaan patofisiologis. “Beberapa kaitan menunjukkan dampak langsung dari gangguan endokrin seperti diabetes, hipertensi, kesuburan, kanker, dan gangguan jiwa,” kata Prof Junaidi saat diwawancarai Tribunnews.
Upaya melindungi masyarakat dari bahaya BPA
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya BPA dan gangguan kesehatan, sebagaimana disebutkan di atas, Kebijakan Pelabelan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Bebas BPA telah resmi disahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Peraturan BPOM n. 6 Tahun 2024, khususnya Pasal 61A, mengatur bahwa AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat harus mencantumkan peringatan pada labelnya yang menyatakan: “Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan bisphenol A ke dalam air minum dalam kemasan”.
Aturan ini merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat, khususnya konsumen AMDK.
Profesor. Junaidi yang menjelaskan, pemberian label BPA pada AMDK merupakan langkah positif dalam melindungi kesehatan masyarakat.
“Saya yakin dengan berbagi informasi mengenai keluarnya BPA dari kemasan polikarbonat dan adanya peraturan BPOM terkait pelabelan pangan, kita akan membuka ruang edukasi yang cukup kepada masyarakat. “Masyarakat akan dapat memilih produk yang menjamin kesehatan dan mencegah kemungkinan penyakit endokrin,” kata Prof Junaidy.
Tentunya konsumen juga harus berhati-hati dalam memilih produk, termasuk makanan dan minuman, yang masih menggunakan wadah yang mengandung BPA, dan mulai menggantinya dengan peralatan yang berlabel “bebas BPA”.
Hindari juga memanaskan wadah plastik, termasuk menggunakan microwave, karena suhu tinggi dapat merusak BPA pada wadah bekas. Kurangi juga konsumsi makanan dan minuman yang menggunakan wadah atau kaleng plastik.
Kemudian ingatlah untuk selalu memeriksa kode daur ulang pada segitiga di bagian bawah wadah plastik. Sebisa mungkin hindari membeli produk dengan nomor 3 atau 7 karena biasanya mengandung BPA.
Terakhir, pilihlah selalu air kemasan satu galon bebas BPA untuk konsumsi harian Anda. Ini bisa menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan sistem reproduksi dan melindungi masa depan Anda dan keluarga! (***Desember***)