TRIBUNNEWS.COM – Bisphenol A (BPA) merupakan bahan kimia yang biasa digunakan untuk membuat plastik polikarbonat. Plastik jenis ini banyak dijumpai pada kebutuhan sehari-hari seperti galon air minum, wadah makanan, botol susu bayi, dan lain-lain.
Namun BPA yang terkandung dalam kemasan plastik bisa berbahaya bagi kesehatan. Pasalnya, bahan kimia tersebut bisa larut ke dalam makanan atau minuman, apalagi jika terkena panas atau disimpan dalam waktu lama.
Jika wadah berbahan plastik polikarbonat sering digunakan, maka kadar BPA yang masuk ke dalam tubuh akan meningkat dan berisiko menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Guna melindungi konsumen dari risiko paparan BPA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengesahkan Peraturan Pokok BPOM (Perka) Nomor 6 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. .
Peraturan ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi konsumen dari paparan BPA. Pasalnya, peraturan BPOM memuat dua pasal penting.
Pasal pertama adalah Pasal 48A ayat (1) yang mewajibkan produsen air minum dalam kemasan mencantumkan tulisan “disimpan di tempat yang bersih dan sejuk, disimpan jauh dari sinar matahari langsung dan benda-benda yang berbau menyengat”.
Kemudian Pasal 61A yang menjelaskan bahwa air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat harus terdapat peringatan pada labelnya yang menyatakan “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA ke dalam air minum dalam kemasan”.
BPA menjadi salah satu pemicu gangguan perilaku pada anak
Bahaya BPA tentunya tidak boleh dianggap enteng, terutama oleh ibu hamil dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan yang banyak menggunakan produk konsumen dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, beberapa temuan menunjukkan bahwa bahan kimia yang terkandung dalam wadah plastik dapat berdampak negatif terhadap perkembangan perilaku anak sejak dini.
Sebuah studi Departemen Ilmu Kesehatan Lingkungan bertajuk “Paparan BPA Prenatal dan Perilaku Anak dalam Kelompok Perkotaan”, yang diterbitkan pada tahun 2012, menemukan hubungan antara paparan BPA sebelum melahirkan dan perilaku anak pada usia 3-5 tahun.
Penelitian ini melibatkan wanita hamil keturunan Afrika-Amerika dan Dominika serta anak-anak mereka sejak kehamilan hingga usia 5 tahun. Para peneliti juga mengumpulkan sampel urin dari ibu selama kehamilan (rata-rata 34 minggu) dan anak berusia 3 hingga 4 tahun untuk mengukur paparan BPA menggunakan Child Behavior Checklist (CBCL).
Penelitian ini mengungkapkan bahwa bisphenol A (BPA) dapat mempengaruhi perkembangan perilaku anak secara kompleks dan bervariasi berdasarkan gender.
Pada anak laki-laki yang terpapar BPA tinggi, anak-anak tersebut cenderung menunjukkan perilaku yang lebih reaktif dan agresif secara emosional dibandingkan anak laki-laki yang terpapar BPA dalam jumlah lebih rendah.
Sebaliknya, pada anak perempuan, paparan BPA selama kehamilan (sebelum lahir) menunjukkan tingkat masalah perilaku emosional reaktif dan agresif yang lebih rendah.
Kaitan antara BPA dengan gangguan perilaku pada anak juga ditemukan dalam penelitian tahun 2009 bertajuk “Prenatal BPA Exposure and Behavior in Early Childhood” yang dilakukan oleh Braun dkk.
Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak yang terpapar BPA selama masa prenatal berisiko lebih tinggi mengalami masalah perilaku seperti hiperaktif, agresi, kecemasan, dan depresi.
Kedua penelitian di atas menunjukkan bahwa BPA memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan otak dan perilaku anak sejak kehamilan. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk memilih produk bebas BPA dengan bijak.
Penting juga untuk mengikuti pedoman penyimpanan yang benar, seperti menghindari memanaskan makanan atau minuman dalam wadah plastik yang mengandung BPA dan meminimalkan paparan sinar matahari langsung. Tindakan preventif ini penting untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan anak di masa pertumbuhannya. (***Yose***)