Wartawan Tribunnews.com Dennis Destryawan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bea Cukai Batam menemukan 143 pelabuhan tikus atau pelabuhan tidak resmi di kawasan Kota Batam, Kepulauan Riau, yang kerap digunakan untuk pengiriman barang ilegal.
Berbagai barang ilegal tersebut antara lain narkoba, minuman keras, suku cadang mobil, rokok bebas bea, dan obat-obatan.
Kepala Bidang Pedoman Kepatuhan dan Pelayanan Informasi, KPU Bea dan Cukai Batam, Evi Octavia mengatakan, tikus pelabuhan sulit diberantas dan menjadi tantangan bagi jajarannya.
Kehadiran 143 pelabuhan resmi di Batam menjadi tantangan pengendalian penyelundupan, kata Evi saat tur pers Kementerian Keuangan di Kantor Bea Cukai Batam, Kepulauan Riau, Rabu (26-26-2024).
Menurut dia, saat ini terdapat 155 pelabuhan yang berada di wilayah pantauan BC Batam, 12 pelabuhan diantaranya merupakan pelabuhan resmi.
“Sebanyak 143 merupakan pelabuhan tikus atau pelabuhan resmi yang tersebar di wilayah KPBPB Batam,” kata Evi.
Dari 143 titik pelabuhan tikus tersebut, 97 titik berada di Pulau Batam, sedangkan 56 titik sisanya berada di sekitar Pulau Batam. Dengan banyaknya pelabuhan resmi, kata dia, sumber daya manusia juga perlu ditingkatkan. Contoh lokasi pelabuhan penyelundupan TKI di Desa Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (19-1-2022).
“SDM kita terbatas, sehingga fokus pengawasan kita juga sering memberikan sesuatu. Kita kategorikan, yaitu 58 risiko tinggi, 32 risiko sedang, dan 53 risiko rendah,” kata Evi.
Diharapkan dengan pengelompokan ini, pengawasan dapat lebih optimal, sehingga dapat mencegah penyelundupan ke Indonesia. Pemerintah pusat juga kesulitan menghilangkan Rat Harbor
Terkait banyaknya pelabuhan tikus, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani pernah mengatakan sulitnya penertiban pelabuhan tikus.
Pelabuhan-pelabuhan ilegal ini menjadi sumber masuknya barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia yang tersebar di berbagai pulau.
Hal ini disebabkan banyaknya pelabuhan tikus di Indonesia. Berdasarkan catatan pihaknya, terdapat sekitar 500 pelabuhan tikus di pesisir timur Sumatera.
“Dan masih banyak. Lebih dari 1.000. Tentu tidak mudah untuk menutupnya, harus bersinergi dengan pemerintah daerah dan masyarakat,” kata Askolani saat ditemui di Kompleks Penimbunan Bea dan Cukai Cikarang, Jawa Barat. , Kamis (26-10-2023).
Ia mengatakan, pelabuhan tikus tidak bisa diawasi jika hanya petugas kepolisian yang melakukannya.
“Perlombaan tikus ini sangat sulit dikendalikan, dan otoritas kita tidak bisa dan tidak akan cukup. Jadi kita harus bekerja sama,” kata Askolani.
“Pernah ada yang menolak karena alasan finansial. Mereka menanyakan dengan berbagai alasan. Ini yang terjadi di lapangan, tapi kita lakukan apa yang bisa kita dorong,” lanjutnya.
Masalahnya tidak berakhir di situ. Askolani mengatakan, penyelundupan ini tidak hanya terjadi di pelabuhan tikus saja, namun juga terjadi di lapangan dan tempat-tempat umum.
“Jadi cara mereka memasukkan barang itu tantangan, sehingga kadang kami mendapat bantuan dari patroli perbatasan TNI,” ujarnya.