Pakar Transportasi Sebut Program Work From Anywhere Bisa Kurangi Stres Warga Jakarta

Pakar Transportasi Sebut Program Work From Anywhere Bisa Kurangi Stres Warga Jakarta Willy Widianto/Tribunnews.com TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ide Work From Anywhere (WFA) yang diterapkan saat pandemi Covid-19 berakhir beberapa tahun lalu kini menjadi kenyataan. diusulkan lagi.

Menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno, ide tersebut dinilai bagus.

Apalagi di tengah masih tingginya angka kemacetan di Jakarta, program ini sangat layak untuk dilaksanakan.

Padahal, menurut dia, sudah banyak kantor swasta yang menerapkannya. 

Biasanya durasi kerja dua hingga tiga hari di kantor, selebihnya bisa di rumah atau dimana saja. 

“Jika diterapkan, kebijakan ini akan memberikan multiplier effect yang kuat. Pertama, mengurangi kepadatan warga Jakarta saat jam sibuk. Kedua, uang tidak akan terus beredar di Jakarta karena layanan jajan tetap di tempat tinggalnya. Ketiga Pertama, transportasi di Jakarta bisa lebih hemat dalam jumlah besar,” kata Djoko, Jumat (10/11/2024).

Djoko mengatakan penerapan konsep WFA semakin relevan, apalagi Jakarta sebagai pusat ekonomi terbesar di Indonesia menghadapi beberapa tantangan dalam hal mobilitas.

Kemacetan yang tak kunjung teratasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat stres pekerja di kota ini.

Jakarta dikenal sebagai kota terpadat ke-29 di dunia menurut laporan TomTom Traffic Index 2023, dengan waktu perjalanan rata-rata meningkat sebesar 46% pada jam sibuk. 

“Setiap jam yang dihabiskan di kemacetan adalah jam produktif yang terbuang. Padahal, kalau ini diterapkan swasta di Jakarta, banyak yang sudah bekerja dua atau tiga hari, lari, tapi tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan. Misalnya bagi ASN yang memberikan pelayanan mungkin harus tetap ke kantor,” kata Djoko. “Sektor tertentu, terutama yang memerlukan interaksi langsung atau pekerjaan manual, seperti produksi pangan, tentu tidak bisa menerapkan WFA secara maksimal. “Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan secara jarak jauh, seperti pekerja produksi tempe atau sektor manufaktur lainnya,” tambah Djoko. 

Menurutnya, hanya sektor profesional seperti teknologi, keuangan, dan jasa yang dapat memperoleh manfaat dari fleksibilitas WFA. ASN juga berpeluang WFA jika dari sisi mental memperbaiki birokrasi. 

Menurut Djoko, penerapan WFA mampu mengurangi beban lalu lintas, namun belum cukup signifikan mengatasi akar permasalahan kemacetan Jakarta.

Pasalnya, ketersediaan transportasi umum di Jakarta cukup baik. Jakarta sudah mencapai 85% cakupan angkutan umum dengan terminal bus atau angkot tersebar hampir di seluruh wilayah kota, berjalan kaki kurang dari 500 meter di Jakarta pasti ada terminal bus atau angkot.  

Jakarta sebagai kota metropolitan mempunyai potensi besar untuk mendukung WFA secara besar-besaran. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pendekatan yang komprehensif, mulai dari kebijakan transportasi yang lebih ramah pejalan kaki hingga reformasi birokrasi yang lebih transparan dan efisien.

“Dengan bekerja dari rumah, stres perjalanan pulang pergi berkurang sehingga pekerja bisa lebih fokus pada tugasnya,” Djoko. 

Faktanya, konsep WFA menawarkan fleksibilitas yang sangat diinginkan para pekerja. Kemacetan parah tidak hanya menyebabkan kelelahan fisik, tapi juga meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. Menurut laporan WHO, pekerja yang terpapar kemacetan berkepanjangan memiliki risiko lebih tinggi terkena stres kronis.  

Dengan WFA, Anda tidak hanya mengurangi kemacetan, namun juga meningkatkan kualitas hidup pekerja.  

Selain itu, dengan WFA, perusahaan dapat merekrut talenta dari luar Jakarta tanpa dibatasi oleh lokasi geografis.

Hal ini diyakini akan memberikan peluang lebih besar bagi perusahaan untuk memperoleh sumber daya manusia yang lebih berkualitas. 

Talenta-talenta terbaik tidak lagi harus pindah ke Jakarta untuk bekerja di perusahaan besar. Mereka bisa bekerja dari mana saja sehingga akan memperkuat daya saing perusahaan.  

Di sisi lain, perusahaan harus mempertimbangkan masalah kesejahteraan karyawan ketika menerapkan WFA. Keterampilan digital dan pelatihan manajemen waktu juga penting.

Menurut laporan McKinsey, perusahaan yang berhasil menerapkan WFA adalah perusahaan yang mampu membangun budaya kerja yang mendukung kolaborasi jarak jauh dan memastikan karyawan memiliki alat yang tepat untuk bekerja secara efektif.

Penyelenggaraan WFA di Jakarta, kata Djoko, bukannya tanpa tantangan, namun manfaat yang diberikan cukup signifikan. Di tengah kemacetan yang tiada henti dan stres yang kian memuncak, WFA bisa menjadi jawaban bagi pekerja Jakarta untuk tetap produktif dan sehat mental. 

“Jakarta dengan dukungan internet, akses transportasi dan sudah banyak perusahaan yang menerapkannya tentu bisa, namun dengan pendekatan ini tidak semua jenis pekerjaan,” pungkas Djoko.

Seperti diketahui sebelumnya, konsep WFA kembali mengemuka setelah calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung kembali menegaskan pandangan bahwa jika Anda bekerja di Jakarta, Anda bisa fleksibel dalam bekerja dengan konsep WFA.

Hal ini juga mencakup birokrasi dan sektor swasta.

Bahkan, ide ini juga akan berlaku bagi Generasi Z di Jakarta. Ide ini terwujud untuk menjadikan warga Jakarta produktif. Dan di banyak studio, dengan konsep kerja seperti ini, karyawan tetap profesional dan produktif. 

Apalagi, Pramono sudah menerapkan ide pembagian hari kerja. Yakni dua hari kerja di kantor dan tiga hari kerja di rumah. “Sederhana saja bagaimana Generasi Z bisa bekerja dari mana saja,” kata Pramono. 

Pemerintah juga mulai mendorong digitalisasi sebagai bagian dari transformasi ekonomi.

Melalui program “Smart City Jakarta”, Pemprov DKI Jakarta bermaksud meningkatkan akses dan kualitas infrastruktur digital untuk mendukung kegiatan perekonomian yang lebih efisien, termasuk penerapan WFA. 

Sekadar informasi, di masa pandemi COVID-19, WFA banyak diterapkan di Jakarta.

Banyak perusahaan yang sebelumnya skeptis terhadap konsep ini akhirnya menyadari bahwa karyawan dapat tetap bekerja secara efektif tanpa harus hadir secara fisik di kantor. Pada tahun 2020, sekitar 34% pekerja di Jakarta beralih ke sistem kerja jarak jauh.  

Survei yang dilakukan oleh perusahaan pengembangan karir Jobstreet, Boston Consulting Group dan The Network menunjukkan bahwa 68% responden menginginkan kombinasi bekerja dari rumah (WFH) dan bekerja dari kantor (work from office/WFO).

Sedangkan 23% lainnya ingin bekerja sepenuhnya secara jarak jauh, yakni tidak harus ke kantor. Sisanya, hanya sekitar 9%, ingin bekerja sepenuhnya di kantor, seperti sebelum pandemi Covid-19.

Sementara itu, Badan Publik Negara (BKN) juga menyampaikan bahwa penerapan WFA diharapkan dapat memberikan dampak positif berupa peningkatan kinerja dan kepuasan pegawai dalam bekerja serta peningkatan efektivitas dan efisiensi birokrasi pemerintahan.  

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *